Sabtu, 21 Mei 2011

Menakar dan Mengukur

Baca: Lukas 6:37-38
Ayat Mas: Lukas 6:38
Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 7-9

Seorang tua sedang merenung. “Dulu saya lahir dari keluarga miskin. Ketika melihat orang kaya, saya bertanya-tanya mengapa mereka egois, tidak mau menolong orang miskin memperbaiki masa depan, bahkan tak jarang malah memandang rendah? Namun, ketika kemudian saya menjadi kaya setelah bekerja keras, saya merasa orang miskin itu malas, tak mau berinisiatif, maunya ditolong, iri, dan tak pernah berterima kasih?” Pak tua itu menggeleng-geleng menyadari kontradiksi di hati dan perasaannya. Mengapa begini?

Tak jarang dalam hidup ini, kita memiliki standar ganda dalam ”menakar dan mengukur”. Kita kerap menilai orang lain dari ”takaran” atau pandangan subjektif kita, dan tak mampu memahami orang lain dari sudut pandang orang itu. Kita kerap menuntut orang lain bersikap dan berbuat seperti yang kita mau, padahal kita sendiri belum tentu melakukan yang sebaliknya. Ketika berbuat salah, kita tak ingin dihakimi. Sebaliknya, ingin dimaafkan dan dibantu keluar dari kesalahan. Ketika membeli, kita menginginkan barang yang berkualitas dengan harga bagus, dan akan sangat marah jika dibohongi. Ketika susah, kita ingin orang lain menolong.

Apabila kita rindu tidak dihakimi, biarlah kita jangan menghakimi. Apabila kita rindu dimaafkan ketika bersalah, biarlah kita jangan menghukum, tetapi mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Sebab ukuran yang kita pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepada kita. Perhatikan ayat 38—”berilah”: pengampunan, maaf, kesabaran, kebaikan, pengertian, dukungan, kekuatan, kesempatan, pertolongan. ”... dan kamu akan diberi,” demikian sabda Kristus. Mau bukti? Coba terapkan janji Tuhan ini.

JALANI HIDUP SEBAGAIMANA KITA HARAP ORANG LAIN JALANI

MAKA ITU PULALAH YANG AKAN KITA DAPATI

Sumber: [usanto, S.Th.]--[www.renunganharian.net]

Tuhan Sudah Tahu

Baca: Matius 4:1-11
Ayat Mas: Matius 4:7
Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 4-6

Seorang pembuat boneka kayu yang terkenal membuat boneka kayu yang sangat bagus untuk anak perempuannya. Suatu saat, boneka itu terjatuh hingga beberapa bagiannya terlepas. Sambil menangis, si anak membawa boneka itu kepada ayahnya. “Tinggalkan saja bonekamu. Ayah akan memperbaiki setiap bagian satu per satu.” Namun, anaknya tidak sabar, “Tidak, Ayah. Itu terlalu lama. Ayah hanya perlu menaruh lem di sini, memaku bagian ini, dan menyambung yang ini”. Si pembuat boneka meminta anaknya bersabar dan memercayakan boneka rusak itu kepadanya. Sayang, si anak keras kepala dan pergi membawa boneka rusaknya.

Dalam kisah pencobaan di padang gurun, Iblis berusaha mencobai Yesus dengan membawa-Nya ke beberapa tempat dan memberitahukan apa yang harus dilakukan Yesus. Semua yang diberitahukan Iblis memang tampak masuk akal, tetapi di balik itu semua Iblis ingin Yesus menyembahnya. Namun, Yesus adalah Tuhan. Dia tidak perlu diberi tahu apa yang harus Dia lakukan dan apa yang tidak. Sebab, Dia jauh lebih tahu alasan di balik setiap permintaan kita. Dia tahu kapan dan bagaimana seharusnya menjawab setiap permintaan.

Mungkin kita kerap berlaku seperti anak perempuan si pembuat boneka. Kita mendikte Tuhan, apa yang harus Tuhan lakukan untuk mengatasi masalah kita. Kita tidak mau memercayakan masalah kita pada cara-Nya. Padahal, sebagaimana pembuat boneka lebih tahu bagaimana memperbaiki boneka buatannya, Tuhan pasti lebih tahu apa yang kita butuhkan untuk keluar dari masalah. Berhentilah meniru kebiasaan iblis yang berusaha mendikte apa yang harus Tuhan lakukan. Dia sudah tahu.

BERHENTILAH MENDIKTE TUHAN

TUHAN PALING TAHU APA YANG KITA PERLUKAN

Sumber: [G. Sicillia Leiwakabessy]--[www.renunganharian.net]

Bukan Sekadar Kata

Baca: Mazmur 45
Ayat Mas: Mazmur 45:2
Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 31-33; Matius 22:1-22

Dalam pengantar buku Menjadi Penulis, Andar Ismail menegaskan pentingnya isi tulisan. Ia mengatakan, “Menulis bukanlah sekadar merangkaikan kata, melainkan menuliskan hikmat yang mencerahkan dan menumbuhkan pembaca. Sepandai-pandainya kita menuangkan, yang lebih menentukan adalah apa yang dituangkan. Apa gunanya menuang sebuah botol jika isinya adalah air keruh? Atau, apa yang mau dituang dari sebuah botol apabila botol itu masih kosong?”

Pengakuan pemazmur menunjukkan proses serupa. Mazmur-mazmurnya tertuang dari perkara-perkara yang memenuhi hatinya. Ungkapan “kata-kata indah”, menurut konkordansi Alkitab, mengacu pada perkara-perkara yang baik, mulia, luhur, dan benar. Ketika hal itu meluap-luap memenuhi hatinya, ia pun tergerak untuk menggubah sajak. Ia menulis tentang sosok yang sungguh-sungguh luhur dan mulia: nubuatan tentang Raja yang akan datang, Tuhan Yesus Kristus, dan jemaat-Nya yang berkemenangan.

Kehidupan kita, seperti halnya tulisan yang jujur, menyatakan apa yang ada di dalam hati kita. Kita akan menjalani kehidupan yang baik jika perbendaharaan hati kita meluap-luap dengan perkara-perkara yang baik. Paulus menasihatkan agar kita memenuhi hati dan pikiran kita dengan “semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji” (Filipi 4:8). Hal itu akan menggerakkan kita untuk menuliskan sajak kehidupan yang indah, kehidupan yang mengungkapkan kasih dan ketaatan kita kepada Raja segala raja.

KEINDAHAN HATI AKAN MEMANCAR DALAM KEINDAHAN HIDUP

Sumber: [Arie Saptaji]--[www.renunganharian.net]

Tekun Menahan Tekanan

Baca: Yakobus 5:7-11
Ayat Mas: Yakobus 5:11
Bacaan Alkitab Setahun: Ester 8-10

Tekun itu banyak gunanya. Kita kerap mendengar nasihat orangtua: ”Tekunlah belajar ...” atau ”Tekunlah dalam mengerjakan sesuatu ....” Dengan ketekunan, hasil dalam pekerjaan dan belajar bisa dicapai dengan baik. Dan, tekun harus dimulai dan dilatih dari sesuatu yang kecil.

Ketekunan juga berguna dalam hidup sebagai orang percaya, sebab ada banyak tekanan yang muncul sebagai konsekuensi dari iman yang kita miliki. Yakobus bahkan memberi anjuran agar umat Tuhan tidak hanya tekun bekerja, tetapi juga tekun dalam menderita. Ini bukan berarti umat diminta memilih jalan penderitaan dan karenanya mencari penderitaan. Bukan! Maksudnya, agar tatkala menghadapi penderitaan, umat Tuhan tidak menjadi patah semangat. Bahkan, penderitaan yang dihadapi dan disikapi secara kristiani akan menghasilkan kesaksian yang menguatkan banyak orang. Orang akan melihat dan belajar bagaimana kita menghadapi, berjuang, jatuh bangun, dan menang atas penderitaan. Sudah banyak tokoh iman yang membuktikan bahwa ketekunan dalam menghadapi penderitaan setidaknya menghasilkan dua hal: kehidupan rohani yang semakin tangguh dan keteladanan yang memberkati hidup orang lain—khususnya yang menyaksikan pergulatan kita dengan penderitaan itu (ayat 11).

Apakah Anda sedang menderita—mungkin dalam karier, atau studi, atau keluarga—demi iman Anda? Jika ya, ingatlah bahwa Anda sedang berada di jalan yang sama dengan para nabi yang ”telah berbicara demi nama Tuhan” (ayat 10). Ketekunan Anda dalam mengelola penderitaan akan menjadi berkat bagi diri sendiri dan sesama.

HIDUP KITA YANG BERTEKUN

ADALAH ALAT YANG DAHSYAT DI TANGAN ALLAH

Sumber: [Daniel K. Listijabudi]--[www.renunganharian.net]

Baana dan Rekhab

Baca: 2 Samuel 4
Ayat Mas: Amsal 2:20
Bacaan Alkitab Setahun: Ester 5-7

Baana dan Rekhab adalah dua kepala gerombolan yang berpihak atau bekerja kepada Isyboset, anak dari Raja Saul. Kepala gerombolan adalah seorang perwira yang memimpin sebuah pasukan. Sebagai pemimpin pasukan, tentunya mereka adalah orang-orang yang terikat dengan sumpah untuk terus setia sebagai prajurit Saul. Namun, tidak demikian dengan Baana dan Rekhab. Ketika mereka melihat posisi keluarga Saul semakin melemah dengan tewasnya sang jenderal, yaitu Abner, mereka menilai bahwa posisi untuk tetap setia kepada keluarga Saul, tidaklah menguntungkan. Itu sebabnya mereka mulai mempertimbangkan untuk beralih menjadi pengikut Daud.

Dengan konsep berpikir untung dan rugi, maka mulailah Baana dan Rekhab merancang sebuah rencana untuk membunuh Isyboset dengan maksud agar mereka dianggap berjasa oleh Daud. Akan tetapi, apa yang mereka pikirkan ternyata meleset. Apa yang tadinya mereka anggap sebagai keuntungan, ternyata menghasilkan celaka bagi mereka. Daud marah dan menganggap mereka berdua melakukan kesalahan besar dengan membunuh Isyboset sehingga akhirnya mereka berdua dibunuh karena apa yang telah mereka perbuat.

Melihat sebuah peluang dalam kehidupan dengan pola pikir untung dan rugi, tidak sepenuhnya salah. Akan tetapi, apabila tidak berhati-hati, kita bisa terseret pada pemikiran pragmatis ekstrem—dengan menghalalkan segala cara demi mendapat keuntungan. Oleh sebab itu, Amsal menasihatkan agar kita tetap menempuh jalan orang baik dan jalan yang benar. Supaya kita tidak terjatuh kepada dosa hanya karena mengejar keuntungan.

KESETIAAN AKAN MENDATANGKAN PENGABDIAN

BAHKAN DALAM SEGALA KEADAAN

Sumber: [Riand Yovindra]--[www.renunganharian.net]

Ezra

Baca: Ezra 7:1-10
Ayat Mas: Ezra 7:10
Bacaan Alkitab Setahun: Ester 2-4

Tujuh puluh tahun setelah rombongan pertama bangsa Israel kembali dari pembuangan Babel ke Yerusalem, Ezra turut kembali dari pembuangan. Ezra adalah seorang dari garis keturunan Harun, yang telah dididik untuk menjadi imam. Ia adalah seorang yang banyak belajar—dari tulisan-tulisan orang bijak Media-Persia, tulisan-tulisan para nabi dan raja, dan teristimewa dari Taurat Tuhan yang diberikan melalui Musa. Dari semua itu, ia berusaha memahami, mengapa Tuhan sampai menghukum bangsanya dengan pembuangan. Dan, ketika ia sudah mengetahui kehendak Tuhan, serta apa yang berkenan kepada-Nya, ia bertekad mengajarkannya kepada kaum sebangsanya, agar mereka bertobat (ayat 10).

Tuhan pun membukakan jalannya untuk kembali, yakni melalui perkenan raja Artahsasta (ayat 6). Tuhan melindunginya dalam perjalanan berbulan-bulan yang harus ia tempuh (ayat 9). Dan, sesampai di Yerusalem, Ezra sungguh memberi dirinya untuk menyampaikan kebenaran; ia berdoa memohonkan ampun atas dosa-dosa umat (Ezra 9). Ia juga menegur umat dan meminta mereka kembali pada jalan Tuhan—khususnya dalam hal perkawinan campuran yang mereka lakukan dengan wanita-wanita dari bangsa asing (Ezra 10).

Mempelajari dan memahami firman Tuhan, itu satu hal. Namun, membagikannya agar orang lain juga mengerti dan turut melakukan firman Tuhan, adalah hal lain. Ezra tak hanya ingin menjadi ahli Taurat. Ia tak menyimpan pengetahuannya untuk kepentingan sendiri. Ia membagikan pengertian yang ia peroleh kepada umat Tuhan, karena ia rindu mereka kembali hidup dalam rancangan Tuhan. Maukah kita mengikuti jejaknya?

PELAJARI FIRMAN TUHAN AGAR HIDUP KITA BERTUMBUH

TERUSKAN KEPADA SESAMA AGAR MEREKA TURUT BERTUMBUH

Sumber: [Agustina Wijayani]--[www.renunganharian.net]

Malaikat

Baca: Mazmur 91:9-16
Ayat Mas: Mazmur 34:8
Bacaan Alkitab Setahun: Nehemia 12-13; Ester 1

Beberapa tahun silam, ketika saya dan istri membawa putra kami berobat, pencuri masuk ke rumah kami. Laptop saya dicuri. Namun, saya tidak begitu sedih—bahkan saya bersyukur kepada Tuhan. Sebab hanya laptop yang dicuri, sementara putri kami—yang saat itu ada di rumah bersama pengasuhnya—tidak mengalami kejadian buruk apa pun. Padahal si pencuri sempat ke kamarnya, sebab terlihat sidik jari si pencuri di tirai jendela. Puji Tuhan, saat itu putri kami sedang tidak di kamar. Tak seperti biasa, ia terus bermain di lantai bawah sampai kami pulang. Kala si pencuri beroperasi, seperti ada yang “menahannya” untuk tidak ke loteng dan masuk ke kamar.

Mazmur 91 adalah sebuah madah kepercayaan, tentang perlindungan Tuhan bagi orang yang “hatinya melekat kepada-Ku” (ayat 14). Dan, perlindungan itu dipercayakan Tuhan kepada para utusan yang dinamai: malaikat (ayat 11). Malaikatlah yang melindungi Sadrakh, Mesakh, dan Abednego di perapian yang menyala-nyala (Daniel 3:23-25). Para malaikatlah yang membentengi Elisa di Dotan (2 Raja-raja 6:13-17). Malaikatlah yang menjumpai Yosua menjelang penaklukan atas Yerikho (Yosua 5:13-15). Malaikat pulalah yang membebaskan Petrus dari penjara (Kisah Para Rasul 12:7-10).

Kita semua bertanggung jawab menjaga diri sendiri. Akan tetapi, ada kalanya kita tak mampu melakukannya sendiri. Pada saat seperti itu, tak jarang Tuhan menghadirkan ”penjaga” yang diutus untuk menolong kita. Setelah saat kritis lewat, ia pergi. Kehidupan berlanjut. Kita pun kembali bertanggung jawab menjaga diri. Anda punya pengalaman serupa kisah saya di atas? Saya yakin, “penjaga” itu adalah malaikat-Nya!

PADA SITUASI BIASA KITA DIBERI KITA HIKMAT UNTUK MENJAGA DIRI

PADA KONDISI LUAR BIASA TAK JARANG DIA UTUS MALAIKAT-NYA

Sumber: [Pipi Agus Dhali]--[www.renunganharian.net]

Ayah Terhebat

Baca: Ulangan 7:1-11
Ayat Mas: Ulangan 7:9
Bacaan Alkitab Setahun: Nehemia 9-11

Dick dan Rick Hoyt adalah ayah dan anak yang mengagumkan. Rick Hoyt adalah penyandang cacat cerebral palsy—tak dapat berbicara atau berjalan. Namun ketika ia berkeinginan untuk ikut triatlon, Dick—ayahnya—rela berlari mendorong kereta beserta Rick di atasnya, berenang melintasi samudra sambil menarik perahu dengan Rick di dalamnya, dan mengayuh sepeda tandem dengan Rick di bagian depan. Dick susah-payah melakukannya bukan untuk menjadi pemenang, melainkan untuk menunjukkan cintanya yang besar kepada putranya. Walau Rick memiliki keterbatasan, sang ayah tak membatasi kasihnya.

Dalam bacaan hari ini kita juga diingatkan akan kasih Allah yang besar kepada bangsa Israel, bangsa yang dipilih Tuhan untuk menjadi umat kesayangan-Nya. Bukan karena kehebatan maupun jumlahnya, melainkan semata-mata karena Allah mengasihi bangsa yang kerap bertegar tengkuk ini. Dia menuntun mereka keluar dari tanah Mesir, menolong mereka menaklukkan setiap musuh, dan memelihara mereka secara ajaib dari hari ke hari, sampai mereka masuk ke tanah perjanjian.

Siapakah kita ini sehingga Allah begitu mengasihi kita tanpa memandang dosa kita sebagai cacat? Bahkan, dalam keadaan kita yang berdosa pun, Dia menunjukkan kasih-Nya yang terbesar—dengan mengurbankan Putra-Nya—untuk mengangkat kita dari kubangan dosa dan memberi kita hidup berkemenangan. Dia sungguh adalah Ayah terhebat yang mau memberi segala yang terbaik bagi kita. Apabila begitu besar kasih dari Ayah terhebat kita itu, adakah kita perlu merasa gentar menjalani hidup ini?

TAK PERLU GENTAR MELANGKAH

KARENA KASIH ALLAH SELALU MENOPANG

Sumber: [Santhi Ratnaningsih]--[www.renunganharian.net]

Dianggap Baik

Baca: Yeremia 24
Ayat Mas: Yeremia 24:5, BIS
Bacaan Alkitab Setahun: Nehemia 6-8

Penelitian selama 25 tahun di Universitas Tel Aviv mendapati bahwa kinerja seseorang sangat dipengaruhi oleh pengharapan orang lain atas kinerjanya. Dalam satu percobaan, manajer sebuah kantor cabang bank dibagi dua. Kelompok A diberi tahu bahwa karyawan mereka luar biasa; kelompok B tidak diberi tahu apa-apa tentang potensi karyawan mereka. Sebenarnya potensi kedua kelompok karyawan itu sama. Nyatanya, manajer kelompok A membuahkan hasil yang lebih bagus, baik dari laba maupun kesuksesan ekonomis secara menyeluruh. Hal serupa ditemukan juga di sekolah, kalangan militer, dan berbagai badan sosial lain.

Pengharapan yang baik mengandung daya ubah yang luar biasa. Prinsip itu bersumber dari Allah sendiri, seperti yang dapat kita pelajari ketika Dia “mengubah” bangsa Israel yang dibuang ke Babel. Pertama, Dia “menganggap” mereka seperti buah ara yang bagus (ayat 5). Mereka tidak baik, tetapi Dia menganggap mereka baik dan memperlakukan mereka dengan baik (bandingkan dengan Roma 4:5). Sesudah itu, Dia “memberi mereka suatu hati untuk mengenal Aku” (ayat 7). Dia mengubahkan hati mereka sehingga mereka menjadi umat Allah yang sungguh-sungguh. Bukankah itu anugerah pembenaran dan kelahiran kembali?

Lalu, bagaimana menerapkannya secara horisontal? Kita ingin anak, murid, karyawan, dan tetangga kita semua baik, tetapi bisa jadi mereka menjengkelkan. Maukah kita lebih dulu mengasihi mereka, mengharapkan yang terbaik dari mereka (1 Korintus 13:5), menganggap mereka baik, dan memperlakukan mereka dengan baik?

HAL-HAL YANG TIDAK INDAH PERLU DIKASIHI SUNGGUH-SUNGGUH

SEBELUM BERUBAH INDAH DAN MENAWAN HATI—G.K. CHESTERTON

Sumber: [Arie Saptaji]--[www.renunganharian.net]

Selalu Ingat Akan Rahmat

Baca: Mazmur 25
Ayat Mas: Ratapan 3:21-23
Bacaan Alkitab Setahun: Nehemia 3-5

Sebagaimana halnya musik, setiap mazmur membawa suasana yang khas. Ada mazmur kegirangan; ada mazmur kedukaan; ada mazmur doa; ada mazmur pertobatan. Mazmur 25 adalah contoh mazmur pertobatan.

Pertobatan yang dialami Daud pertama-tama terjadi karena ia sadar telah banyak berdosa sejak muda (ayat 7). Syukur, bukan keberdosaannya saja yang ia catat. Jika hanya itu yang diingat, mungkin ia hanya akan menghukum dan menindas dirinya sendiri dengan rasa bersalah. Akan tetapi Daud juga mengingat rahmat dan kasih setia Tuhan yang besar. Kata ”kasih setia” dalam bahasa Ibrani adalah khesed. Khesed menunjuk pada kasih yang terus ada, tanpa bergantung pada tindakan orang yang dituju oleh kasih itu. Apa pun ulah orang, Tuhan tetap teguh dalam khesed-Nya. Dia tetap Allah yang berlimpah rahmat. Repotnya, ini bisa disalahpahami: karena Allah itu khesed, manusia tidak lagi takut berbuat dosa.

Lupa bahwa khesed ada untuk mengungkap kasih setia Tuhan, yang jauh lebih besar dari keberdosaan yang manusia lakukan sejak dulu. Kasih setia ini, dengan demikian, bukan ”tiket” untuk berbuat dosa. Namun, harus ditanggapi dengan ucapan syukur dan pertobatan.

Daud pun mengingat segala rahmat dan kasih setia Tuhan. Itu sebabnya ia berani terus melangkah, walaupun ia pernah salah. Keberanian melangkah yang tidak muncul karena rasa bangga diri, tetapi karena ia menyadari keadaan dirinya dan menyadari kedaulatan Tuhan. Apakah kita juga hidup dalam syukur akan rahmat Tuhan yang baru setiap pagi—dan dengan demikian tak lagi berkubang dalam dosa?

KEBERDOSAAN KITA TAK MENGHENTIKAN KASIH SETIA TUHAN

HENDAKNYA ITU MEMBUAT KITA BERHENTI MENDUKAKAN TUHAN

Sumber: [Daniel K. Listijabudi]--[www.renunganharian.net]

Orang Sederhana

Baca: 1 Korintus 1:18-31
Ayat Mas: 1 Korintus 1:25
Bacaan Alkitab Setahun: Ezra 10; Nehemia 1-2

Seorang doktor dimenangkan bagi Kristus ketika mendengar khotbah Dwight L. Moody. Ketika ia ditanya bagaimana hal itu terjadi, begini jawabnya, “Aku mau mendengar khotbahnya dengan maksud menertawakannya. Sebab, aku mengenalnya sebagai orang sederhana yang tak pernah mengenyam pendidikan. Aku yakin khotbahnya tidak logis dan ngawur. Tetapi ketika aku datang dalam kebaktian yang ia pimpin, aku mendapati hal yang berbeda. Ia berdiri di belakang Alkitab, dibakar oleh kekuatan firman Allah. Dan, hatiku seperti ditembak oleh firman Allah. Aku pun bertobat.”

Kita kerap kali mudah diintimidasi oleh Iblis agar tidak melayani Tuhan karena kita adalah orang yang sederhana, yang tidak punya pengalaman, atau tidak punya embel-embel titel di belakang nama kita. Jangan pernah mau diintimidasi dan ditipu iblis. Pendidikan dan kepandaian memang penting dan perlu, tetapi itu bukan segalanya. Yang terpenting, kuasa Allah menyertai pelayanan kita. Hidup kita terbuka untuk dipakai oleh Allah. Apa gunanya menjadi orang yang berhikmat, tetapi tidak memiliki kuasa Allah? Dwight L. Moody, hamba Tuhan yang sangat sederhana itu, mampu “mengguncang” dunia. Bahkan lewat hidupnya, jutaan jiwa telah dibawa kepada Kristus.

Jika kita mau menyediakan diri untuk dipakai oleh Allah, maka apa pun latar belakang hidup kita, percayalah bahwa kita dapat Dia pakai untuk memengaruhi dunia. Itulah artinya ”orang yang bodoh dari Allah akan mempermalukan orang yang berhikmat dari dunia ini”. Masihkah kita ragu melayani Tuhan hanya karena kita merasa sebagai orang sederhana dan tidak berpendidikan?

ALLAH BISA MEMAKAI ORANG YANG BODOH DI MATA DUNIA

UNTUK MEMPERMALUKAN YANG PALING BERHIKMAT DARI DUNIA

Sumber: [Petrus Kwik]--[www.renunganharian.net]

Kerelaan

Baca: 1 Tesalonika 2:8-12
Ayat Mas: 1 Tesalonika 2:8
Bacaan Alkitab Setahun: Ezra 7-9

Gerakan Indonesia Mengajar telah dimulai beberapa waktu lalu. Sebuah gerakan mengumpulkan dan melatih sarjana-sarjana berprestasi yang pernah atau sedang bekerja di perusahaan-perusahaan besar di berbagai tempat. Mereka dikirim ke berbagai sekolah di daerah-daerah terpencil di Indonesia untuk mengajar selama satu tahun; membagikan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki kepada anak-anak di daerah-daerah yang sangat kurang mendapat materi dan sarana untuk belajar. Sebuah tindakan yang mengajarkan prinsip kerelaan (voluntarisme).

Kerelaan melakukan suatu tugas tentu juga dilandasi dengan kecintaan terhadap tugas yang dijalankan. Paulus, suatu ketika melayani jemaat Tesalonika. Namun, karena tentangan yang datang dari kalangan Yahudi, ia mesti berpindah ke kota lain. Dalam kondisi seperti itu, Paulus tetap berpesan kepada jemaat Tesalonika agar mereka mengingat perjuangan yang Paulus lakukan atas mereka—dalam kasih sayang yang besar, bukan saja rela membagi Injil, melainkan juga rela membagi hidupnya sendiri (ayat 8). Kerelaan yang muncul karena Paulus mengasihi orang-orang Tesalonika; kerelaan yang lahir karena Paulus mencintai pekerjaan pemberitaan kabar baik yang Tuhan percayakan.

Mengharapkan lingkungan sekitar kita menjadi semakin baik tentu perlu tindakan nyata. Tindakan nyata yang disertai kerelaan berbagi—keterampilan, pengetahuan, kebenaran, bahkan iman—tentu akan menghasilkan buah-buah yang matang. Apakah kita memiliki waktu untuk berbagi dengan orang-orang di sekitar kita? Jika sudah, apakah kita telah membagikannya dengan rela serta dilandasi kasih?

KERELAAN BERBAGI ADALAH TINDAKAN NYATA

YANG DAPAT MENYENTUH DAN MENGUBAH HIDUP SIAPA SAJA

Sumber: [Sunandar Sirait]--[www.renunganharian.net]

Surga Sunyi Senyap

Baca: Wahyu 8:1-5
Ayat Mas: Mazmur 66:19
Bacaan Alkitab Setahun: Ezra 4-6

Jika seseorang ingin berbicara dengan Anda saat Anda menonton televisi, apa reaksi Anda? Tergantung. Apakah itu acara kesukaan Anda? Apakah suaranya terdengar? Yang paling menentukan, siapa yang memanggil? Seberapa penting ia bagi Anda? Apakah interupsinya mengganggu, atau justru menarik perhatian Anda? Itu terpulang pada tempat orang itu di hati Anda. Jika ia kekasih, Anda akan mengecilkan suara televisi—bahkan mematikannya, supaya ia mendapat perhatian Anda sepenuhnya.

Wahyu 5 melukiskan bagaimana surga dipenuhi puji-pujian bagi Anak Domba—Yesus Kristus. Penyembahan yang gegap gempita. Bahkan disuarakan seluruh makhluk dengan nyaring—paduan suara surgawi yang indah dan megah. Namun, ada saatnya—seperti tercatat di bacaan kita di pasal 8—surga tiba-tiba menjadi sunyi senyap (ayat 1). Paduan suara surgawi itu mendadak berhenti. Surga menjadi hening. Apa yang terjadi? Ternyata itu saat “dupa harum” (kemenyan) doa semua orang kudus naik ke hadirat Allah (ayat 3,4). Perhatian surga sedang tertumpah penuh pada doa para kekasih Tuhan. Doa kita semua. Dalam kemuliaan-Nya, Dia mendengar doa kita.

Kadang kita letih dan jemu berdoa, karena tidak yakin apakah Allah mendengar atau peduli pada doa kita. Seberapa penting doa saya dibanding doa para tokoh iman? Mungkin sebaiknya saya minta rohaniwan mendoakan saya. Pasti doa mereka lebih didengar. Tidak! Setiap kita ada di hati-Nya. Anda penting bagi-Nya. Jika Anda berdoa, Dia sangat peduli. Bahkan, surga senyap tatkala bisikan doa Anda terucap. Miliki keyakinan itu ketika berdoa. Dan jangan jemu berdoa!

BERDOALAH DENGAN KEYAKINAN BAHWA

ANDA MENDUDUKI TEMPAT YANG PENTING DI HATI TUHAN

Sumber: [Pipi Agus Dhali]--[www.renunganharian.net]

Terobsesi Kebencian

Baca: Markus 3:1-6
Ayat Mas: Markus 3:2
Bacaan Alkitab Setahun: Ezra 1-3

Apabila manusia terobsesi kebencian, ia akan selalu mencari cara dan celah untuk menjatuhkan orang yang dibenci. Meskipun orang itu berbuat baik dan benar, selalu ada cara untuk membuatnya buruk. Dulu, para pemimpin Yahudi dan orang Farisi juga sangat membenci Yesus. Sebagai rabi muda yang dalam sekejap menyedot ribuan massa karena pengajaran-Nya yang penuh kuasa dan mukjizat yang Dia lakukan, Yesus menyaingi posisi mereka sebagai penentu kehidupan beragama dan masyarakat Yahudi saat itu.

Ke mana pun Yesus berada untuk mengajar dan melayani, mereka membuntuti. Mereka mencari-cari celah agar dapat mempersalahkan-Nya. Suatu kali pada hari Sabat, seorang yang lumpuh sebelah tangannya datang pada Yesus. Dia tahu orang Farisi menunggu apakah Dia akan menyembuhkan sehingga dianggap melanggar Sabat versi agama Yahudi saat itu. Namun, Yesus menyuruh si lumpuh sebelah tangan berdiri di tengah, lalu dengan penuh kuasa Dia bertanya, ”Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat ... ?” (ayat 4). Kedengkian tersembunyi orang Farisi diungkap Yesus. Mereka sampai tak mampu menjawab-Nya sehingga Yesus menjadi marah. Sayangnya mereka tidak bertobat, malah bersekongkol dengan para Herodian, partai yang berkuasa saat itu, untuk membunuh Yesus (ayat 6).

Ya, Yesus marah jika berhadapan dengan kebencian. Akan tetapi, bagi setiap orang yang mau menghampiri-Nya, Dia berbelas kasihan. Mari datang kepada-Nya dan meminta Dia mengubah pikiran dan persepsi kita yang berdosa, agar kita lepas dari jerat kebencian.

KEBENCIAN MEMBUAT MATA ROHANI KITA TERBUTAKAN

HANYA PADA YESUS KITA DAPAT DIPULIHKAN

Sumber: [Susanto, S.Th.]--[www.renunganharian.net]

Punah

Baca: Yehezkiel 47:1-12
Ayat Mas: Yehezkiel 47:9
Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 34-36

Pada 2004, penelitian International Union for the Conservation of Nature, sebuah organisasi konservasi alam, menemukan bahwa laju kepunahan spesies berjalan sekitar 100-1.000 kali lebih cepat daripada laju kepunahan normal. Kepunahan normal adalah kepunahan yang terjadi secara alami, bukan karena perbuatan manusia—seperti polusi, pembukaan hutan besar-besaran, perburuan berlebihan, dan sebagainya. Ya, tindakan manusia telah membuat banyak spesies punah begitu cepat. Yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah bahwa sampai 2010, sekitar enam tahun sejak data itu dipublikasikan, tidak ada perbaikan seputar laju kepunahan ini. Bahkan, diperkirakan akan terus meningkat dan mencapai 10.000 kali laju kepunahan normal pada 2030.

Kepunahan yang sedang terjadi ini bertolak belakang dengan apa yang dilihat Yehezkiel dalam penglihatannya. Di situ ia melihat bagaimana alam bertumbuh dengan lestari, menikmati sungai kehidupan yang mengalir dari Bait Allah. Bait Allah sendiri adalah tanda kehadiran Allah bagi umat Israel, menunjukkan pemahaman bahwa kehadiran Allah membuahkan kehidupan yang melimpah.

Sebagai umat kristiani, kita percaya bahwa umat Tuhan juga mewakili kehadiran-Nya di dunia.

Karena itu, kehadiran kita juga seharusnya menghasilkan dan memulihkan alam yang lestari. Atau, setidaknya, tidak menambah kerusakan alam. Secara praktis, ini bisa dilakukan dengan memiliki gaya hidup yang bersahabat dengan alam. Misalnya dengan ikut memelihara tumbuhan, merawat kebersihan lingkungan, tidak mengonsumsi produk dari spesies yang terancam punah, dan sebagainya.

ALLAH MEMBERI ALAM YANG LESTARI

AGAR CIPTAAN-NYA TERJAGAI

Sumber: [Alison Subiantoro]--[www.renunganharian.net]

Bagi Kepentingan Tuhan

Baca: Yohanes 9:1-7
Ayat Mas: Yohanes 9:3
Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 31-33

Nick Vujicic, dilahirkan dengan cacat langka yang disebut tetra-amelia. Ia tak punya lengan mulai dari bahu, dan hanya memiliki satu kaki kecil dengan dua jari yang tumbuh dari paha kirinya. Di luar kekurangan itu, Vujicic sangat sehat. Namun, ketika sudah bersekolah, tak urung kekurangan fisiknya menjadi pusat olokan. Ia sampai memohon agar Tuhan menumbuhkan tangan dan kakinya. Namun, kondisi tak berubah. Ia pun depresi. Pada usia 8 tahun, ia pernah mencoba bunuh diri.


Pada waktu Tuhan yang tepat, ia dimampukan untuk memandang hidupnya secara baru: dalam kondisinya itu, Tuhan justru dapat memakainya menjadi inspirasi bagi banyak orang. Maka, ia menyerahkan hidup untuk melayani Tuhan di banyak negara. “Jika saya dapat memercayai Tuhan dalam keadaan saya, Anda pun dapat memercayai Tuhan dalam keadaan Anda,” simpulnya. Tuhan pun memampukannya meraih banyak pencapaian—bahkan dalam beberapa hal ia lebih baik daripada orang normal.

Vujicic memercayai rencana Tuhan yang baik baginya. Bahwa hidup bukan demi kepentingannya pribadi, melainkan kepentingan Tuhan. Apa pun kondisinya, ia dapat melayani Tuhan dengan cara dan kesempatan terbaik yang ia miliki. Pekerjaan Allah pun dinyatakan di dalam dia. Seperti yang Tuhan kerjakan dalam hidup Bartimeus yang buta sejak lahir. Tuhan dimuliakan lewat hidupnya. Kini giliran kita. Tujuan hidup kita pun bukan demi kenyamanan atau kesuksesan pribadi kita. Akan tetapi, untuk kemuliaan-Nya. Pandanglah hidup secara demikian. Maka, tak ada hidup yang tak berguna. Sebaliknya, setiap hidup dapat menjadi alat berharga bagi kemuliaan-Nya yang kekal

SETIAP HIDUP PASTI BERGUNA

BILA DIBERIKAN MENJADI TEMPAT TUHAN BERKARYA

Sumber: [Agustina Wijayani]--[www.renunganharian.net]

Nyanyian Kemenangan

Baca: Wahyu 15:1-8
Ayat Mas: Wahyu 15:3
Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 28-30

Umat kristiani adalah umat yang penuh dengan nyanyian. Nyanyian tak terpisahkan dari kehidupan iman sehari-hari, baik waktu senang maupun susah. Saat para martir di jemaat mula-mula menghadapi hukuman mati, mereka memasuki arena sambil menyanyikan mazmur dan pujian. Mereka terus menyanyi tanpa gentar, meski sebentar lagi harus berhadapan dengan kawanan singa yang siap menerkam mereka. Para penonton yang memenuhi amfiteater takjub menyaksikannya. Sikap ini menyadarkan Kekaisaran Roma bahwa suatu kekuatan yang baru dan revolusioner tengah bangkit.

Nyanyian bukan hanya mengalun di bumi ini; surga pun semarak dengan nyanyian megah. Rasul Yohanes mencatat nyanyian umat yang mengalami kemenangan iman. Nyanyian Musa merayakan kedahsyatan tangan Allah saat membebaskan Israel dari belenggu perbudakan Mesir (Keluaran 15). Nyanyian Anak Domba mengumandangkan kemenangan penuh umat Allah atas kuasa dosa dan Iblis.

Nyanyian mengungkapkan kasih dan rasa syukur secara indah, mengangkat hati dan suara umat kepada Allah. Nyanyian juga mendeklarasikan kekuasaan dan keagungan Allah kepada setiap telinga yang mendengarnya.

Anda sedang bersukacita karena mengalami kemenangan atas suatu masalah? Bernyanyilah! Atau, Anda sedang berdukacita karena bergulat dengan suatu tantangan yang berat? Bernyanyilah! Tak ada alasan untuk tidak memuji Allah. Dialah Pembebas kita. Kalaupun kita, seperti para martir, tidak mengalami pembebasan di bumi ini, kita akan merayakan pembebasan sejati di surga nanti.

NYANYIAN PUJIAN ADALAH UNGKAPAN IMAN

YANG TERANGKAI DALAM KESELARASAN NADA

Sumber: [Arie Saptaji]--[www.renunganharian.net]

Jumat, 06 Mei 2011

Meluruskan dan Meratakan

Baca: Lukas 3:1-6
Ayat Mas: Lukas 3:5
Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 25-27

Yohanes Pembaptis adalah tokoh yang istimewa. Pakaiannya bulu unta, makanannya belalang dan madu hutan. Ia anak tunggal Zakaria dan Elizabet. Ia masih termasuk sepupu Tuhan Yesus. Umurnya pendek. Khotbahnya juga pendek; tetapi tajam, lugas, jelas. Ditujukan dengan berani kepada siapa saja, tanpa pandang bulu dan tanpa sungkan. Pekerjaannya berkhotbah dan membaptis orang yang bertobat. Membuat gelisah siapa pun yang mendengarnya. Khotbahnya bak geledek—membuat telinga merah, hati panas, muka merah padam karena “ditelanjangi” habis-habisan. Raja Herodes juga menjadi sasaran khotbah-khotbah kenabiannya (Lukas 3:19).

Namun, yang harus diingat, Yohanes melakukan itu semua tanpa maksud jahat, sentimen, mumpung didengar banyak orang, atau hendak membunuh karakter. Bukan! Khotbah, nasihat, serta jawaban-jawaban pertanyaan yang ia berikan (ayat 10-17) adalah untuk memberitakan Injil (ayat 18). Bahwa manusia tidak bisa lari dari murka Allah (ayat 7). Hukuman pasti datang.

Jalan hidup orang berdosa diumpamakan Yohanes seperti ”lembah ... gunung ... bukit ... berliku-liku ... berlekuk-lekuk”. Akan tetapi, Yohanes juga mengatakan bahwa Tuhan sanggup ”meratakan dan meluruskan” (ayat 5). Akan tetapi, dibutuhkan kerjasama dua pihak di sini—antara manusia dan Tuhan. Dan, inilah pesan Yohanes: Jika bertobat dan dibaptis, maka yang berdosa masih beroleh kesempatan melihat keselamatan dari Tuhan (ayat 6). Bertobat dulu, baru dibaptis. Baptis memeteraikan pertobatan. Pertobatan menjadi intinya. Dengan ini Allah mengampuni dosa manusia.

DOSA MELUBANGI HATI MANUSIA

DAN HANYA TUHAN YANG SANGGUP MENUTUPNYA

Sumber: [Daniel K. Listijabudi]--[www.renunganharian.net]

Mensyukuri Bumi

Baca: Kejadian 1:26-28
Ayat Mas: Mazmur 89:12
Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 22-24

Sejak pembentukannya, bumi bergerak secara dinamis—walau sulit kita sadari dan amati. Pergerakan bumi menyebabkan terjadinya akumulasi kekayaan alam seperti mineral, minyak, gas bumi, dan panas bumi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Namun, dinamika bumi juga dapat berupa letusan gunung api, gempa, ataupun gerakan tanah (longsor) yang perlu diwaspadai.


Ketika Tuhan menciptakan bumi dan segala isinya, manusia diberi mandat untuk memenuhi dan menaklukkan bumi; berkuasa atas segala binatang di udara, darat, dan air (ayat 26,28). Sayang sekali manusia kerap menerjemahkan mandat ini dengan mengeksploitasi bumi dan tidak memberi ruang bagi margasatwa untuk hidup damai di habitatnya. Manusia lupa bahwa ia diciptakan menurut gambar-Nya (ayat 27), bahwa Tuhan ingin manusia memelihara harmoni bumi dengan kasih.

Belajar dari sejarah bencana alam dan punahnya margasatwa di Indonesia, konsekuensi manusia menempati bumi haruslah diimbangi dengan kearifan, kepekaan, dan kecintaan terhadap alam. Biarlah setiap pelajar semakin terpacu untuk mempelajari geliat alam dan bagaimana bersahabat dengan alam. Biarlah setiap pengusaha tidak berlomba membetonkan hutan, tetapi memikirkan pemulihannya. Biarlah setiap petani dan peladang mengerjakan lahannya dengan baik dan tidak membakar hutan. Biarlah para guru mengajarkan berkat Tuhan yang besar pada alam Indonesia. Biarlah pengelolaan bumi dan kelangsungan hidup margasatwa dilakukan dalam semangat pemeliharaan Tuhan. Mari mensyukuri bumi dengan memeliharanya!

CARA TERBAIK MANUSIA MENGUASAI BUMI

ADALAH DENGAN MEMELIHARA BUMI

Sumber: [G. Sicillia Leiwakabessy]--[www.renunganharian.net]

Curang

Baca: Mikha 6:8-16
Ayat Mas: Mikha 6:10
Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 19-21

Di sebuah perjalanan dengan kereta api Semarang-Jakarta, saya menyaksikan sebuah iklan layanan masyarakat tentang praktik berdagang yang jujur. Di situ digambarkan ada seorang ibu yang membeli gula di pasar. Setelah menerima barangnya, si ibu curiga bahwa gula yang ia terima lebih sedikit daripada yang seharusnya. Maka, ia pergi ke pos uji ulang yang ada di pasar itu. Ternyata benar bahwa ia telah ditipu. Ia pun kembali kepada si pedagang yang menjual gula kepadanya dan memperingatkan konsekuensi hukum bagi mereka yang berdagang dengan timbangan yang curang.

Tuhan juga sangat peduli dengan praktik bisnis yang jujur. Dalam perikop kita hari ini, kita mendapati bagaimana Tuhan marah karena ada orang-orang di Israel yang melakukan kecurangan dalam menjalankan usaha. Baik itu dengan menggunakan takaran efa yang kurang, timbangan yang menipu, tindak kekerasan, maupun perkataan dusta. Atas kecurangan mereka ini, Tuhan menyatakan penghukuman dengan menarik berkat-berkat-Nya atas mereka.

Dalam menjalankan sebuah usaha, memang kita berusaha mencari keuntungan. Akan tetapi, anak Tuhan harus melakukannya dengan cara yang jujur dan menjadi berkat. Sebab, Tuhan jijik terhadap praktik-praktik curang. Bahkan, hukum juga memandang kecurangan sebagai pelanggaran. Dalam etika dunia usaha pun, meski mungkin sempat mendapat untung lebih besar, mereka yang suka menipu akhirnya akan ditinggalkan para pelanggan. Jadi, jalankanlah setiap usaha kita dengan jujur. Dan, jadilah berkat lewat cara kita menjalankan usaha.

TAK ADA GUNA CURANG DEMI MENDAPAT KEUNTUNGAN

SEBAB SESUDAHNYA HATI KITA TAK AKAN TENTERAM

Sumber: [Alison Subiantoro]--[www.renunganharian.net]

Balok di Matamu

Baca: Matius 7:1-5
Ayat Mas: Matius 7:3
Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 16-18

Seorang buta dan seorang juling sedang bertengkar. ”Ayo kita berkelahi di lapangan, siapa menang, dia yang benar,” kata si buta. Si juling menjawab, ”Siapa takut?” Ketika mereka sampai di lapangan, si buta berteriak: ”Hei pengecut, jangan sembunyi di tempat gelap, hadapi aku.” Tapi si juling segera menyahut, ”Kau yang pengecut, kenapa kau membawa teman? Kalau kau lelaki sejati, majulah satu lawan satu.” Padahal, tidak ada orang lain kecuali mereka berdua. Si buta menganggap si juling bersembunyi, sedang si juling melihat seolah-olah ada dua lawan di hadapannya, padahal tidak.

Dalam kehidupan, kita bisa mengalami dan menyaksikan hal konyol semacam ini. Orang munafik bisa selalu menemukan kelemahan dan ketidakberesan orang lain. Sedangkan kesalahan dan kedegilan hatinya sendiri yang lebih besar tak mampu dikenalinya. Kita akan merasa tidak nyaman jika dekat dengan orang seperti ini. Sebab ia bisa menemukan hal-hal yang dianggapnya tidak beres, tetapi tidak mampu dan tidak mau mengakui kelemahannya sendiri. Bagaimana menghadapi orang seperti ini? Apakah dengan menjauhinya, sebab mengurus orang seperti ini hanya menguras energi?


Stop, jangan tergesa bertindak demikian. Sebab, jangan-jangan kita sendiri orang munafik itu. Perhatikan ayat 5, ”Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan serpihan kayu itu dari mata saudaramu.” Artinya, setelah memeriksa diri sendiri, barulah kita dimampukan menolong orang lain yang punya kesalahan, sebagai saudara. Caranya? Dengan kasih, dan tidak menghakimi

PERIKSA DIRI SENDIRI SEBELUM MENGHAKIMI

ITU YANG MENOLONG KITA UNTUK DAPAT SELALU MENGASIHI

Sumber: [Susanto, S.Th.]--[www.renunganharian.net]

Yakin Walau Sendiri

Baca: 1 Raja-raja 18:21-39
Ayat Mas: 1 Raja-raja 18:22
Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 13-15

Pertarungan antara satu orang versus empat ratus lima puluh orang hendak digelar—untuk memenangkan hati sebuah bangsa. Sangat tidak imbang. Di atas kertas, yang satu orang tentu tak berdaya. Apalagi, bangsa yang diperebutkan sudah cenderung berpihak pada yang mayoritas.

Begitulah ketika Elia menantang 450 nabi Baal di gunung Karmel, untuk menunjukkan di hadapan bangsa Israel, siapa Tuhan. Apakah Baal, atau Allah Israel. Mereka sepakat mempersiapkan korban bakaran tanpa api, lalu masing-masing akan meminta api kepada kuasa yang mereka percayai sebagai Tuhan (ayat 23, 24). Sejak pagi, para nabi Baal mulai meminta api kepada allah mereka. Namun sampai petang, bahkan sampai mereka melukai diri “... tidak ada suara, tidak ada yang menjawab ...” (ayat 26).

Lalu ketika tiba giliran Elia, ia maju dengan keyakinan penuh. Walau sendirian, ia tahu Tuhannya hidup. Ia percaya Tuhannya adalah Tuhan yang benar. Ia tak ragu sedikit pun Tuhannya dahsyat. Itu sebabnya ia bahkan meminta orang menyiram potongan lembu korbannya dengan air—12 buyung penuh (ayat 34)! Dan, ia hanya perlu berdoa dengan lembut. Maka, Tuhannya yang hidup mendengar dan menjawab doanya dengan ajaib (ayat 38). Hingga seluruh Israel kembali sujud kepada Tuhan.

Keyakinan Elia kepada Tuhan tak digoyahkan oleh sedikitnya pendukung yang berpihak kepadanya. Tak dilemahkan oleh ancaman maupun tantangan yang menghadang. Keyakinan seperti ini dapat kita miliki juga bila jika mau terus bertumbuh dalam pengenalan yang benar akan Tuhan. Dengan terus setia mempelajari firman-Nya. Dan, dengan terus melibatkan Tuhan ketika menjalani hidup ini.

JANGAN BURU-BURU MERASA LEMAH ATAU KALAH

SEBAB KITA SELALU DAPAT MENGANDALKAN ALLAH

Sumber: [Agustina Wijayani]--[www.renunganharian.net]

Berbuah!

Baca: Yohanes 15:1-8
Ayat Mas: Yohanes 15:2
Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 10-12

Apa yang paling dinanti-nantikan oleh seorang pengusaha kebun anggur? Buah! Tak ada yang lain! Tidak ada pengusaha yang menanam anggur hanya sebagai tanaman hias. Pengusaha tidak mengharap tanaman anggurnya berdaun lebat, beranting banyak dan memiliki bentuk indah, tetapi tidak berbuah. Yesus berkata berulang kali bahwa Dia adalah pokok anggur dan kita ini carang-carang-Nya. Pengusaha kebun anggur—yakni Bapa di surga—hanya mencari satu hal yang terpenting dari hidup kita, yakni kehidupan yang berbuah! Sebagai carang dan menjadi bagian dari tanaman anggur, kita dituntut untuk berbuah.

Sayangnya, kita kerap tidak berorientasi pada kekristenan yang menghasilkan buah. Kita lebih suka menciptakan tanaman anggur yang memiliki bentuk indah, layaknya tanaman hias. Kerajinan kita di gereja bisa mem¬buat banyak orang kagum. Pelayanan kita di gereja juga bisa mem¬buat banyak orang salut. Belum lagi bahasa rohani yang kita pakai—sangat alkitabiah. Sungguh, tanaman anggur yang tampak indah. Berdaun lebat dan memiliki penampilan yang mem-banggakan! Sayang, tanaman anggur yang indah belum tentu menghasilkan buah.

Dengan kekristenan seperti ini, sia-sia seseorang mengikut Yesus. Tuhan lebih memperhatikan, adakah kita selama menjadi pengikut-Nya, menghasilkan buah? Adakah mulut dan sikap kita sehari-hari memuliakan Tuhan dan memberkati sesama? Adakah hidup kita menjadi kesaksian nyata berjalan bersama Kristus? Adakah jiwa-jiwa yang kita bimbing dengan kasih untuk mengenal dan setia kepada Kristus?

YANG TERPENTING DARI TANAMAN ANGGUR BUKAN PENAMPILANNYA

MELAINKAN BUAH-BUAHNYA

Sumber: [Petrus Kwik]--[www.renunganharian.net]

Masih Ingin Lebih

Baca: Lukas 12:13-21
Ayat Mas: Lukas 12:15
Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 7-9

Sebuah dongeng. Seorang pemburu telah berjasa menyelamatkan kuda kesayangan Raja dari terkaman harimau. Sebagai hadiah, raja memberikan kepadanya hadiah berupa tanah, seluas yang bisa ia kelilingi dengan berlari dalam tiga hari. Maka, bergegaslah sang pemburu berlari. Siang malam ia berlari tiada henti, demi mendapat tanah seluas-luasnya. Tidak peduli lapar dan haus, hujan dan terik matahari. Rasanya masih kurang luas, masih kurang luas. Sampai akhirnya tibalah hari ketiga, sang pemburu jatuh tersungkur lalu mati karena kelelahan.

Begitulah kita kalau terjebak dalam ambisi yang tanpa batas. Kita dipacu untuk terus bekerja dengan teramat keras. Kita didorong untuk menumpuk harta benda dengan tidak kenal lelah, tidak kenal henti. Sampai-sampai bisa lupa keluarga, lupa kesehatan, bahkan juga lupa Tuhan. Seperti si pemburu yang terus berlari dan berlari demi memenuhi ambisi mendapatkan tanah seluas-luasnya. Su¬dah mendapat banyak, tetapi masih ingin lebih banyak lagi. Ketika tiba di pengujung jalan, kita baru tersadar betapa sia-sianya semua itu. Namun, sudah terlambat.

Itu pula pesan yang disampaikan Tuhan Yesus dalam perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh. Bahwa harta kekayaan sebesar apa pun tidaklah bisa kita jadikan sebagai sandaran hidup sepenuhnya dan seutuhnya. Sebab Tuhan bisa memanggil kita kapan saja. Apabila saat itu tiba, selesai jugalah segala urusan kita dengan harta benda di dunia ini. Maka, penting sekali untuk kita tidak membiarkan diri terjebak dalam pementingan harta benda yang berlebiha.

KESERAKAHAN ADALAH AWAL KEHANCURAN

Sumber: [Ayub Yahya]--[www.renunganharian.net]

Bunga atau Kaktus?

Baca: Mazmur 66:16-20
Ayat Mas: Mazmur 66:19
Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 4-6

Seorang anak meminta kepada ayahnya sebuah bunga cantik untuk menghias taman di depan rumahnya. Namun, betapa kecewanya ia, sebab sang ayah malah memberinya kaktus yang berduri, bukan bunga cantik. Bentuknya tak menarik, bahkan duri di seluruh permukaannya bisa mudah melukai. Walau demikian, karena kasihnya pada sang ayah, anak itu tetap menerimanya. Ia memelihara kaktus itu. Setelah beberapa waktu, muncul sepucuk bunga mungil nan cantik di ujung kaktusnya. Ia tak menyangka bahwa dengan bersabar, ia kini mendapati keindahan bunga yang diidamkannya.

Ketika kita memanjatkan doa kepada Allah, terkadang kita juga mendapat jawaban doa yang tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Bisa jadi jawaban doa yang kita terima justru sangat berbeda dengan apa yang kita pikir akan kita peroleh. Bahkan, Tuhan sepertinya malah memberi kita hal yang sulit atau buruk di mata kita. Ketika menerimanya, kita bisa jadi merasa sangat kecewa. Akan tetapi, dalam bacaan Alkitab kita hari ini, pemazmur mengingatkan: asal tak ada niat jahat di hati kita (ayat 18), Allah memperhatikan (ayat 19) dan tidak menolak doa kita (ayat 20), sekalipun jawaban yang kita terima berbeda.

Yang perlu kita yakini adalah, Tuhan tidak pernah salah menjawab doa kita. Meski kadang Tuhan mengabulkan doa dan permohonan kita dengan cara yang unik, atau tidak serta-merta menjawab doa dan mengabulkan permintaan kita. Kita perlu percaya Dia tidak akan memberi hal buruk kepada kita. Jika jalan-Nya berbeda, Dia selalu punya tujuan yang lebih baik. Setiap perkara yang dipercayakan kepada kita, adalah jembatan menuju berkat dan sukacita Allah.

TUHAN TAK SELALU MEMBERI APA YANG KITA MINTA

TETAPI PERCAYALAH DIA MEMBERI YANG TEPAT BAGI KITA

Sumber: [Santhi Ratnaningsih]--[www.renunganharian.net]

Josef Fritzl

Baca: Yehezkiel 34:1-16
Ayat Mas: Yehezkiel 34:10
Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 1-3

Josef Fritzl, seorang pria Austria berumur 73 tahun, tiba-tiba membuat heboh warga sedunia pada April 2008 yang lalu. Mengapa? Sebab pada saat itu baru diketahui bahwa selama hampir 24 tahun, ia telah menyekap dan menganiaya anaknya sendiri, Elisabeth Fritzl, di ruang ba-wah tanah rumahnya. Sebuah kekejaman yang tak terbayangkan dan membuat semua orang bergidik. Seorang ayah yang semestinya menjadi pelindung anak-anaknya, justru menjadi pemangsa yang buas. Mengerikan!

Dalam skala dan bentuk berbeda, pemimpin Israel pada zaman Yehezkiel juga melakukan hal serupa. Mereka yang seharusnya menjaga umat Israel, seperti gembala merawat domba-dombanya, justru memangsa orang-orang yang dipimpinnya (ayat 3,4). Rakyat diperas dan dimanfaatkan untuk memenuhi keinginan pribadi dan para pemimpin (ayat 8). Tuhan pun murka kepada mereka. Dan, melalui Yehezkiel, Tuhan menyatakan penghukuman-Nya (ayat 10).

Dalam kapasitas kita masing-masing, selalu ada orang yang Tuhan tempatkan untuk kita pimpin. Mungkin di masyarakat, di tempat kerja, di gereja, di organisasi, di rumah, dan sebagainya. Kewajiban kita adalah menjaga mereka dengan penuh tanggung jawab dan kepedulian. Juga, menjaga diri supaya tidak terjebak memanfaatkan mereka untuk kepentingan pribadi. Sebaliknya, kalau perlu mengorbankan diri untuk mereka.

Di sisi lain, kalau kita menjadi yang dipimpin, adalah tugas kita untuk menjaga agar pemimpin kita tidak menjadi salah arah. Dengan tidak memberi mereka kuasa tak terbatas dan memakai jalur-jalur pengawasan untuk ikut aktif menjagai mereka.

TUGAS KEPEMIMPINAN BUKAN MENCARI UNTUNG PRIBADI

TETAPI UNTUK MENGAYOMI DAN MELAYANI

Sumber: [Alison Subiantoro]--[www.renunganharian.net]

Minggu, 01 Mei 2011

Bau Kotoran Ternak

Baca: Amos 4:7-13
Ayat Mas: Amos 4:10
Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 27-29

Ada pengamatan menarik ketika saya dan istri berkunjung ke Pulau Lombok. Di salah satu desa, pada waktu-waktu tertentu, ada kebiasaan penduduk untuk melaburi lantai rumahnya yang dari tanah dengan kotoran ternak. Wah, pasti bau! Iya, tetapi itu bau yang sengaja diciptakan. Maksudnya agar mereka selalu ingat bahwa kehidupan mereka dibangun atas dasar kerja keras; yaitu beternak sebagai pekerjaan sehari-hari. Bau itu dimaksudkan sebagai penggugah kesadaran.

Amos adalah petani dan peternak dari dusun Tekoa (Amos 1:1). Nabi yang akrab dengan hewan dan tanah. Rupa, kondisi dan bau tanah dikenalnya dengan baik. Pesan kenabiannya kerap dikemas dalam bentuk seruan dan ajakan untuk mencermati gejala-gejala alam. Termasuk bencana alam (Amos 4:7,8), yang pada gilirannya menghadirkan hama dan penyakit, baik atas tanaman maupun manusia (ayat 9,10). Semua prahara alam yang membuat perkemahan tempat hunian orang Israel menjadi jorok dan berbau busuk, seharusnya menggugah kesadaran umat untuk “berbalik” atau bertobat. Sayang, Israel tak kunjung tergugah kesadarannya.

Kerinduan Tuhan untuk menyapa kita sungguh luar biasa. Selain melalui firman-Nya, segala jalan ditempuh-Nya untuk menggugah kesadaran kita akan kehadiran-Nya. Segala sarana dipakai-Nya untuk berbicara kepada kita. Bukan hanya melalui kejadian sehari-hari, melainkan juga melalui pancaindra kita. Apa yang kita lihat, dengar, rasa, raba, dan cium, dapat selalu menggugah kesadaran kita, betapa nikmat hadirat-Nya dan betapa benar hikmat-Nya. Sudahkah indra kita peka akan sapaan-Nya?

TUHAN MEMBERI KITA INDRA UNTUK MENYADARI KEHADIRAN-NYA

LATIHLAH SEMUANYA AGAR KITA SEMAKIN PEKA

Sumber: [Pipi Agus Dhali]--[www.renunganharian.net]

Meminta Kejelasan

Baca: Amsal 18:9-13
Ayat Mas: Amsal 18:13
Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 24-26

“Bu, kurasa kita perlu mulai diet,” kata Pak Agung. Bu Agung mencebik [mencibir]. ”Ia menganggap aku semakin gemuk dan jelek,” pikirnya. Pada hari lain Bu Agung—dengan niat menghindarkan suaminya dari kena tilang—berkata, ”Mbok ya jangan ngebut kalau nyetir.” Pak Agung merengut, pikirnya, ”Huh, selalu saja ia menganggap aku ini ugal-ugalan.” Apabila pola komunikasi semacam itu dibiarkan berlarut-larut, Anda bisa membayangkan bagaimana kondisi rumah tangga Pak Agung.

Ketidakjelasan dan kesalahpahaman dalam berkomunikasi dapat menimbulkan luka emosional. Komunikasi yang seharusnya menjadi jembatan penghubung antarmanusia, justru berdiri tegak menjadi tembok pembatas. Firman Tuhan mendorong kita mengutamakan kejelasan dalam berkomunikasi, seperti disarankan Salomo dalam nas hari ini. Jangan buru-buru menanggapi suatu pesan sebelum kita menyimak dan memahami benar maksudnya. Tanggapan yang sembrono hanya menimbulkan masalah.

Apabila kita ragu-ragu atau tidak mengerti saat menerima pesan, jangan sungkan untuk meminta kejelasan. Metode ini disebut sebagai mendengarkan secara reflektif. Mendengarkan bukan sekadar berdiam diri ketika mitra kita berbicara, melainkan menyimak baik-baik untuk memahami maksudnya.

Untuk memastikan, ulangi apa yang diucapkan orang itu, dan berilah ia kesempatan untuk menjelaskan. Bu Agung, misalnya, bisa bertanya baik-baik, ”Bapak mengajak Ibu berdiet, ya?” Lalu, biarkan Pak Agung menjelaskan apa maksudnya, dan kemudian Bu Agung dapat menanggapi dengan semestinya. Komunikasi yang jelas pun terlaksana.

KOMUNIKASI YANG EFEKTIF BARU TERLAKSANA

KETIKA KITA MENANGGAPI DENGAN BENAR PESAN YANG DISAMPAIKAN

Sumber: [Arie Saptaji]--[www.renunganharian.net]

Memulai dan Meneruskan

Baca: Filipi 1:3-11
Ayat Mas: Filipi 1:6
Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 21-23

Dalam pertemuan dengan anak remaja, saya meminta setiap anak menuliskan hal yang membuat mereka bersyukur. Inilah jawaban mereka: sehat, punya orangtua, mendapat rezeki, punya pacar, menang lomba, bisa sekolah, bisa bermusik, dan sebagainya. Lalu saya bertanya apakah mereka masih dapat bersyukur bila satu per satu hal tadi tidak dimiliki. Kami pun sama-sama menyadari bahwa lebih mudah bersyukur untuk sesuatu yang didapat, dibanding sesuatu yang tidak didapat. Bahkan, seorang anak secara jujur berkata bahwa kadang untuk hal-hal yang didapat pun, kerap lupa bersyukur.

Sulit membayangkan bahwa bacaan Alkitab hari ini adalah bagian dari surat yang ditulis Paulus ketika terpenjara. Ketika Paulus kehilangan kebebasannya, ia masih dapat mengucap syukur; ia masih dapat mendoakan orang-orang lain dengan sukacita; dan ia masih dapat menghibur serta menguatkan mereka. Paulus tahu, Tuhan telah memakai dirinya untuk memulai suatu pekerjaan baik di Filipi. Susah dan senang adalah bagian dari proses yang harus ia jalani; semua situasi tidak menghalangi pekerjaan baik Tuhan.

Para remaja yang bersama saya juga menyadari bahwa situasi keluarga, situasi lingkungan, situasi sekolah, situasi persekutuan mereka, tidak selalu seperti yang mereka harapkan. Namun, jika di tempat-tempat itu Tuhan mau memakai mereka untuk memulai suatu pekerjaan baik, mereka akan selalu punya alasan bersyukur dalam segala situasi. Sebab, Tuhan akan meneruskan pekerjaan baik itu bersama mereka sampai akhir, hingga menghasilkan buah kebenaran yang memuliakan Allah. Bagaimana dengan kita?

BERSYUKURLAH KARENA DIA YANG MEMULAI KARYA

AKAN MENERUSKANNYA HINGGA AKHIR MELALUI HIDUP KITA

Sumber: [G. Sicillia Leiwakabessy]--[www.renunganharian.net]

Biblioburro

Baca: Keluaran 33:7-11
Ayat Mas: Keluaran 33:11
Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 18-20

Bertahun-tahun ini Luis Soriano (38 tahun), seorang guru pria dari kota Magdalena, Kolombia, dengan setia menjalankan biblioburro—perpustakaan di atas keledai, ke daerah-daerah terpencil. Ia membawa ratusan buku di punggung dua keledainya, agar anak-anak di daerah pinggiran dapat belajar membaca, terbantu mengerjakan PR, dan mengenal dunia. Padahal untuk mencapai anak-anak itu, ia harus berjalan empat jam sekali jalan, dengan berbagai risiko. Hingga kini, sekitar 4.000 anak telah mendapat manfaat dari program biblioburro yang Soriano jalankan sejak 1990. Juga ratusan orangtua dan orang dewasa yang ikut belajar di situ.

Musa—juga adalah seorang guru bagi Yosua. Musa banyak mengajari Yosua, dengan mengikutsertakannya dalam pengalaman Musa. Termasuk ketika Musa bertemu dengan Allah di Kemah Pertemuan, Yosua pun ada di situ (ayat 11). Ya, sebagai pemimpin yang dihargai Allah dan disegani seluruh umat Israel (ayat 8,10), Musa sadar ia tidak dapat terus ada bersama-sama Israel. Sementara, pekerjaan Tuhan harus terus berlangsung. Itu sebabnya, membimbing Yosua adalah salah satu tugas pentingnya.

Inilah peran mulia guru. Mewariskan sebaik mungkin segala pengetahuan dan pengalamannya, demi keberlangsungan hidup masa depan yang lebih baik. Untuk itu, guru bahkan mesti berbagi hidup dengan murid-muridnya. Mereka berkorban, seperti Soriano. Mereka setia membimbing, seperti Musa. Mari hargai setiap orang yang berperan sebagai guru bagi kita, pada hari spesial pendidikan ini. Kiranya Tuhan memperbarui semangat dan kemampuan setiap guru—untuk memberi lebih!

GURU YANG BAIK TIDAK MENGUMPULKAN ILMU UNTUK DIRI SENDIRI

TETAPI MENERUSKANNYA AGAR KEHIDUPAN MASA DEPAN LEBIH BAIK

Sumber: [Agustina Wijayani]--[www.renunganharian.net]

Sabat untuk Manusia

Baca: Markus 2:23-28
Ayat Mas: Markus 2:27
Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 15-17

Tuhan mencipta manusia segambar dengan-Nya. Maka, seperti Allah beristirahat setelah 6 hari mencipta, manusia juga butuh istirahat setelah 6 hari bekerja, untuk memulihkan kesegaran jasmani dan rohaninya. Namun orang Farisi mengartikan lain. Mereka komplain ketika murid Yesus memetik gandum pada hari Sabat. Para murid dianggap melanggar Sabat seperti ketentuan para Farisi, tetapi sesungguhnya tidak menurut Taurat.

Yesus tak pernah membatalkan Sabat. Justru Dia berupaya meletakkan fungsi Sabat yang sesuai maksud Allah. Yakni untuk menyejahterakan manusia, bukan membebaninya. Sabat mengingatkan manusia akan Allah Penciptanya, yang memberinya tanggung jawab mengelola ciptaan-Nya selama 6 hari. Agar pada hari ke-7 manusia dapat beristirahat, menikmati jerih lelahnya (Pengkhotbah 2:22,24), dan memulihkan kesegaran relasi dengan Allah dan sesama, sehingga seluruh hidupnya dipenuhi ucapan syukur. Bagi Israel, Sabat juga mengingatkan akan pembebasan Allah dari Mesir dan masuknya mereka ke Kanaan, negeri perjanjian (Ulangan 5:15).

Mengabaikan Sabat berarti mengabaikan Allah, Pencipta yang memelihara dan menyelamatkan manusia. Menikmati ciptaan tanpa memedulikan penciptanya membuat manusia mengilahkan materi dan dirinya sendiri. Inilah dosa terbesar. Kedatangan Kristus membebaskan manusia dari perbudakan dosa dan hukum buatannya sendiri, yang membelenggunya. Apakah Anda masih diperbudak pekerjaan demi mengejar materi dan pemuasan nafsu jasmani? Datanglah kepada Yesus Sang Pembebas. Belajarlah kepada-Nya agar Anda mampu menikmati hidup sebagaimana yang Allah mau.

TUHAN MENGADAKAN SABAT UNTUK DINIKMATI

BUKAN AGAR ANAK-ANAK-NYA TERBEBANI

Sumber: [Susanto, S.Th.]--[www.renunganharian.net]

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More