Tampilkan postingan dengan label Januari 2011. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Januari 2011. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 April 2011

Tuntutan

Baca: Lukas 12:47,48
Ayat Mas: Lukas 12:48
Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 1-3

Saya memiliki seorang teman yang menjadi kepala sekolah. Ia adalah orang yang sangat memperhatikan kesejahteraan karyawannya. Gaji guru dan karyawan beberapa kali dinaikkan agar standar hidup mereka membaik. Namun, di sisi lain ia pun menuntut agar semua karyawan dapat memberikan yang terbaik untuk sekolah tersebut. Ia tidak segan-segan untuk marah dan menegur karyawan yang malas dan tidak melakukan hal yang seharusnya.

Dalam bacaan hari ini, Tuhan Yesus berbicara tentang tuntutan; siapa yang diberi banyak akan dituntut banyak pula. Itu sudah hukumnya. Tuhan tidak akan pernah memberikan sesuatu kepada manusia, apabila hal itu akan mereka sia-siakan. Dia akan menuntut pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang diberikan kepada kita. Ini bukan berarti Tuhan tidak rela memberikannya kepada kita, melainkan Dia ingin agar semua yang ada pada kita dapat dipakai secara maksimal sesuai dengan tujuan yang Allah kehendaki. Dan, tentunya Allah tidak akan sembarangan memberikan sesuatu kepada manusia. Allah tidak akan memberi cangkul kepada pemain sepak bola, atau gergaji kepada tukang masak. Allah tetap akan memberikan bola kepada pemain sepak bola dan gergaji kepada tukang kayu. Selanjutnya, Allah akan menuntut agar bola dan gergaji itu digunakan secara maksimal oleh masing-masing pribadi tersebut.

Seberapa besar kita menyadari segala pemberian Tuhan dan seberapa besar kita memahami tuntutan-Nya? Bagaimana dengan waktu, kepintaran, talenta atau bakat, bahkan harta yang Tuhan berikan kepada kita? Apakah kita sudah menggunakannya sesuai tuntutan Allah?

INGATLAH BAHWA KETIKA SUATU BERKAT DIBERIKAN

BERARTI ADA MANDAT DI DALAMNYA YANG MESTI KITA KERJAKAN

Sumber: [Riand Yovindra]--[www.renunganharian.net]

Allah Yang Mahakudus

Baca: Keluaran 20:18-21
Ayat Mas: Keluaran 20:19
Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 38-40

Bayangkan Anda sedang mengikuti sebuah ibadah. Sayangnya, dua jemaat yang duduk di depan Anda asyik berbisik-bisik. Sementara itu, jemaat lain yang duduk di belakang Anda sesekali tertawa cekikikan bersama teman di sebelahnya. Dan, ketika doa syafaat sedang dipanjatkan, sebuah telepon genggam berdering membuyarkan kekhusyukan ibadah yang sedang berlangsung.

Kini, coba kita beralih membayangkan suasana yang sama sekali berbeda, seperti yang diceritakan oleh apa yang kita baca hari ini. Saat itu segenap bangsa Israel sedang berkumpul untuk menghadap Tuhan. Dan, di hadapan-Nya, mereka semua gentar menyaksikan kekudusan dan kemuliaan-Nya. Begitu gentarnya mereka sampai-sampai mereka meminta Musa agar mewakili mereka. Dapat dipastikan saat itu tak seorang pun berani berbicara sendiri satu sama lain dan mengabaikan Allah.

Allah yang disaksikan bangsa Israel itu sesungguhnya sama dengan Allah yang kita hampiri setiap Minggu dalam ibadah di gereja. Dia adalah Allah Yang Mahakudus. Benar, karya Kristus memungkinkan kita untuk menghampiri Dia dengan penuh keberanian saat ini (Ibrani 4:16). Akan tetapi, itu bukan berarti kita kemudian tidak perlu menghormati-Nya, dan boleh mengabaikan-Nya dengan tidak sungguh-sungguh berkonsentrasi selama ibadah. Ibadah adalah pertemuan kita dengan Allah sendiri Yang Mahakudus. Itu sebabnya kita harus senantiasa mengarahkan seluruh hati, pikiran, dan perhatian hanya kepada-Nya—saat menyanyikan lagu pujian, mendengarkan firman Tuhan, dan mengikuti seluruh rangkaian ibadah yang kita hadiri.

SEBAB ALLAH YANG KITA SEMBAH MAHAKUDUS

KIRANYA TUBUH DAN HATI KITA PUN SEDIA BERSUJUD

Sumber: [Alison Subiantoro]--[www.renunganharian.net]

Rasakan bedanya!

Baca: Kejadian 29:18-20
Ayat Mas: Kidung Agung 8:6
Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 35-37

Anak lelaki kurus itu berjalan sambil menggendong adiknya yang lumpuh di punggungnya. Melihatnya, seseorang berkomentar prihatin, “Kasihan kau, Nak. Bebanmu pasti berat.” Lalu terdengar jawaban spontan, “Pak, ia bukan beban, ia saudaraku”. Itulah ilustrasi di balik lirik lagu pop balada karangan Bobby Scott dan Bob Russel, He Ain’t Heavy, He’s My Brother. Satu perbuatan yang dipandang beban oleh seseorang, nyatanya tidak bagi yang lain. Tergantung alasan ia melakukannya. Jika ia melakukannya karena rasa cinta, pasti akan berbeda.

Hati Yakub sedang digetarkan oleh cinta yang besar kepada Rahel. Demi cintanya, ia bersedia mengabdi kepada Laban tujuh tahun penuh, sebelum meminang Rahel. Jadi, ia tidak asal bekerja. Ia tidak bekerja keras demi harta. Namun, demi dan karena cinta. Ia bekerja dengan hati penuh cinta. Itulah yang memberinya tekad, semangat, kekuatan, ketekunan. Lalu apa hasilnya? “Tetapi yang tujuh tahun itu dianggapnya seperti beberapa hari saja, karena cintanya kepada Rahel” (ayat 20). Sangat berbeda, bukan?

Apakah kekuatan terbesar di hidup ini? Jawabnya: cinta yang bersumber dari Tuhan. Banyak hal yang tampak menjengkelkan, melelahkan, dihindari orang, dapat dilakukan dengan setia oleh pelakunya. Mengapa? Karena cinta membuat mereka punya cara pandang lain. Merawat luka berbau, seperti dilakukan para misionaris “Cinta Kasih” yang dipimpin Ibu Teresa. Merawat suami yang sakit. Mendampingi anak belajar meski lelah. Mengantar nenek berobat rutin. Memasak untuk orang banyak di gereja. Semua akan terasa berbeda jika dilakukan karena dan dengan cinta.

COBALAH MELAKUKAN SESUATU KARENA DAN DENGAN CINTA

LALU, RASAKAN BEDANYA

Sumber: [Pipi Agus Dhali]--[www.renunganharian.net]

Makam Terbuka

Baca: Pengkhotbah 11:9-12:8
Ayat Mas: Pengkhotbah 12:1,7
Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 32-34

Eugene Peterson, pendeta dan penerjemah Alkitab, menceritakan pengalamannya berkunjung ke biara Benediktin Kristus di Gurun. Ketika hendak makan siang, mereka melewati kompleks pemakaman. Anehnya, di situ ada satu makam yang terbuka. Eugene menanyakan siapa anggota biara yang baru saja meninggal. ”Tidak ada,” jawab orang yang mengantarnya. ”Makam itu disiapkan untuk siapa saja yang meninggal berikutnya.” Begitulah, tiga kali sehari, setiap kali mereka berjalan menuju ruang makan, anggota biara itu diingatkan akan perkara yang lebih sering kita tepiskan: kematian. Salah satu dari mereka mungkin akan menjadi yang berikutnya.

Budaya dunia cenderung menepiskan kematian. Banyak dongeng tentang batu bertuah yang dapat membuat orang awet muda atau hidup abadi. Di dunia modern, aneka produk anti penuaan juga menjamur. Kita diiming-imingi ilusi untuk menikmati kehidupan ini selama mungkin dan dalam kondisi tubuh sebugar mungkin. Firman Tuhan, sebaliknya, sangat realistis.

Pengkhotbah mendorong kaum muda untuk menikmati kemudaannya, tetapi sekaligus menyodorkan fakta akan kematian kepada mereka. Kematian bisa menjemput kapan saja. Tanpa memandang umur kita. Tanpa memandang kondisi tubuh kita. Tanpa kita duga-duga.

Pengkhotbah pun menawarkan resep hidup yang jitu: ”Ingatlah akan Penciptamu.” Ingatlah bahwa hidup ini hanya ”barang pinjaman”. Perlakukanlah secara bijaksana. Dan, karena kita tidak pernah tahu kapan masa pinjam itu habis, perlakukanlah setiap hari seolah-olah itu hari yang terakhir. Bagaimana kiranya kita akan menjalani hari terakhir kita?

BAYANG-BAYANG KEMATIAN JUSTRU DAPAT MENYADARKAN KITA

AKAN BETAPA BERHARGANYA KEHIDUPAN INI

Sumber: [Arie Saptaji]--[www.renunganharian.net]

Hati yang Berbelas Kasih

Baca: Ester 4:7-16
Ayat Mas: Ester 4:16
Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 29-31

Pada 26 Oktober 2010, Gunung Merapi di Yogyakarta kembali bergolak. Banyak orang di lereng Merapi berupaya menyelamatkan diri. Namun, satu keluarga tak dapat mengungsi karena terjebak di rumah mereka. Pada malam mencekam itu, seorang pemuda bernama Pandu Bani Nugraha mendengar berita itu. Ia segera mengupayakan evakuasi bersama dua rekannya. Sayang, debu vulkanik yang begitu tebal menutup jalan menghentikan niat dua rekannya. Akhirnya, hanya Pandu yang tetap bertekad naik untuk melakukan evakuasi. Pandu hanya memiliki satu keinginan: agar semua anggota keluarga itu dapat diselamatkan, tanpa memperhatikan keselamatan dirinya.

Posisi Pandu saat itu serupa dengan yang dialami Ester. Haman, yang diberi kedudukan tinggi oleh Raja Ahasyweros, ingin membunuh semua orang Yahudi. Ester, yang juga seorang Yahudi dan telah diangkat sebagai ratu, menjadi satu-satunya harapan yang bisa menyelamatkan bangsa Yahudi. Namun, itu berarti ia harus berani menanggung risiko berat, sebab tak seorang pun diizinkan berbicara kepada raja apabila raja tidak memanggil. Risikonya adalah hukuman mati. Dan, Ester sungguh-sungguh mengambil risiko itu. Dengan dukungan dari seluruh bangsa Yahudi—yang berpuasa dan berdoa baginya.

Pengalaman Pandu dan Ester ini mengajak kita untuk punya hati yang berbelas kasih kepada sesama. Tak banyak orang yang terpanggil untuk melayani sesama dengan sepenuh hati, dengan menyingkirkan egoisme diri. Adakah orang yang membutuhkan uluran tangan dan kepedulian Anda saat ini? Ambillah bagian untuk melakukan sesuat.

IZINKAN TUHAN MENYENTUH HATI ANDA DENGAN KASIH BAGI SESAMA

Sumber: [G. Dyah Paramita P.K.]--[www.renunganharian.net]

Kasih Kok Menghukum?

Baca: 2 Samuel 12:8-14
Ayat Mas: Amsal 3:12
Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 26-28

Masih terbayang di depan mata, sebuah peristiwa yang terjadi 40 tahun lalu. Saya dan adik saya dihukum oleh Ayah, karena berkelahi. Kami diikat di tiang rumah dengan posisi saling berhadapan, hampir setengah hari penuh. Waktu itu, saya menangis karena marah sekali. Mengapa orangtua menyiksa anaknya sendiri sedemikian kejam? Jika Ayah mengasihi kami, mengapa ia tega menghukum kami?

Saya menemukan jawabannya sewaktu membaca kisah Daud. Tuhan sangat mengasihi Daud, sehingga Dia mengurapinya menjadi raja Israel melalui Samuel. Dia memberkati pemerintahannya, sehingga Daud berhasil mempersatukan bangsa Israel. Namun, apakah yang diberikan Daud sebagai balasannya? Di puncak kekuasaannya, Daud malah melakukan apa yang jahat di mata Tuhan; ia mengambil Batsyeba sebagai istrinya. Padahal Batsyeba jelas-jelas adalah istri Uria, prajuritnya sendiri (ayat 9). Itu sebabnya Tuhan murka, dan menghukum Daud; anak hasil perselingkuhan itu pun mati (ayat 14). Namun, Tuhan menghukum bukan karena Dia benci, melainkan karena Dia masih tetap mengasihi. Lewat hukuman itu, Dia hendak mendidik Daud, bahwa atas setiap perbuatan dosa, ada konsekuensi berupa hukuman.

Dari situ saya sadar, dulu Ayah menghukum demi mendidik kami agar bertumbuh dengan karakter baik. Jika Ayah tidak melakukannya, sangat mungkin kini saya tidak memiliki hati yang waspada terhadap kesalahan. Jika saat ini Tuhan mendidik kita karena suatu kesalahan yang kita perbuat, terimalah dengan kesadaran bahwa Tuhan ingin kita kembali. Ya, itu wujud kasih-Nya kepada kita.

TUHAN TIDAK MAU ANAK-ANAK-NYA TERHILANG

MAKA YANG TERSESAT PUN DISESAH-NYA AGAR SEGERA PULANG

Sumber: [Eddy Nugroho]--[www.renunganharian.net]

Jalan Kebahagiaan

Baca: Mazmur 1
Ayat Mas: Mazmur 1:3
Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 23-25

Apa lagi yang kurang dari hidup Kurt Cobain? Ia masih muda, berusia 27 tahun, kaya, dan terkenal di seantero dunia. Ia adalah vokalis Nirvana, grup musik rok terkenal asal Amerika. Pada 1991, lagu yang diciptakannya, Smell Like Teen Spirit, sempat sangat populer di Amerika dan Inggris. Namun, suatu hari pemuda itu ditemukan bunuh diri dengan pistol setelah mengonsumsi heroin.

Kurt Cobain tidak sendiri. Kita bisa membuat daftar sangat panjang, tentang orang kaya dan terkenal—yang dalam pandangan umum dianggap sudah tidak kekurangan apa-apa—tetapi hidupnya merana dan depresi. Bahkan, tidak sedikit yang berakhir tragis. Itu menunjukkan bahwa kekayaan dan popularitas tidak menjamin kebahagiaan hidup. Sukses lahiriah tidak serta-merta menjadi petunjuk ”sukses batiniah”.

Lalu adakah jalan yang bisa mengantar kita meraih kebahagiaan? Ada. Seperti yang ditunjukkan oleh pemazmur. Orang akan berbahagia kalau tidak hidup di jalan orang fasik (ayat 1), dan kalau ia suka akan firman Tuhan (ayat 2). Orang yang bahagia akan seperti pohon di tepi aliran sungai, berbuah dan tidak layu daunnya (ayat 3). Dengan kata lain, kebahagiaan akan mengimbas kepada orang lain, tidak hanya menjadi milik pribadi.

Itu berarti: (1) Kalau kita tidak kaya dan tidak populer, jangan berkecil hati, sebab itu bukan berarti kita tidak bisa bahagia. (2) Tetapi kalau kita kaya dan populer, mesti tetap berhati-hati agar jangan lupa diri, sebab dengan itu semua tidak serta-merta hidup kita bahagia. Malah kalau tidak waspada, itu semua justru bisa membawa bencana.

KEBAHAGIAAN TIDAK BERGANTUNG PADA MATERI

NAMUN PADA TUHAN YANG MENJADI SUMBER DAMAI DI HATI

Sumber: [Ayub Yahya]--[www.renunganharian.net]

Katak

Baca: Lukas 9:51-56
Ayat Mas: Filipi 3:13
Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 20-22

Di rumah-rumah orang Meksiko, hampir selalu ada patung hias berbentuk katak. Katak melambangkan cara pandang terhadap kehidupan, yang disukai dan dianut oleh kebanyakan orang Meksiko. Yakni bahwa katak senantiasa melompat maju. Tak pernah melompat mundur. Begitulah semestinya orang menjalani kehidupan. Harus bergerak ke masa depan, tak terus melongok atau berhenti pada masa silam. Berpengharapan dan meraih kesempatan yang ada di depan. Tidak mengubur diri dalam penyesalan atas apa yang sudah lewat.

Injil Lukas melukiskan sosok Yesus sebagai Pribadi yang sedang menuju ke satu arah: Yerusalem. Kalimat “Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem” (ayat 51) menegaskan hal itu. Yerusalem menjadi tujuan-Nya untuk merampungkan misi Bapa-Nya. Namun, untuk ke sana ada banyak rintangan, baik dari luar maupun dari para murid-Nya. Andai Dia merisaukan semua itu, Yesus tak akan pernah sampai di Yerusalem. Sebaliknya, sejak peristiwa yang terjadi di pedesaan Samaria ini, maka semakin jelas dan konsisten Yesus melangkah ke depan. Menatap dan melangkah ke Yerusalem.

Terus melangkah dan menatap ke depan memang tak mudah. Terlalu banyak masalah kehidupan yang seolah-olah ingin memaksa kita berhenti. Kita bisa saja terus berkubang dalam kolam kegagalan, kesulitan, dan penyesalan yang melumpuhkan. Ingatlah simbol katak. Dan yang terpenting, ikutilah langkah Tuhan Yesus. Yang lalu biarlah berlalu. Berdamailah dengan masa silam. Raihlah tujuan masa depan. Bersama Yesus, buatlah satu langkah maju hari ini.

YESUS SUDAH MEMBERI TELADAN

SAMBUTLAH TANGAN-NYA YANG MENGGANDENG ANDA UNTUK MAJU

Sumber: [Pipi Agus Dhali]--[www.renunganharian.net]

Tetap Dibutuhkan

Baca: 1 Korintus 12:12-26
Ayat Mas: 1 Korintus 12:22
Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 17-19

Pernahkah kita merasa rendah diri untuk bergabung dalam sebuah kelompok paduan suara karena suara kita pas-pasan? Atau, pernahkah kita merasa tidak dapat memberikan kontribusi apa pun dalam pelayanan? Mungkin banyak di antara kita yang mengundurkan diri dalam pelayanan karena ia berpikir tidak dapat memberi pengaruh apa pun dalam pelayanan. Atau, merasa telah banyak orang yang melayani di gereja, sehingga keterlibatannya hanya akan seperti ”memberikan setitik air kepada samudra”.

Firman Tuhan mengingatkan bahwa masing-masing kita adalah anggota tubuh Kristus yang saling membutuhkan. Mata tidak dapat melakukan apa yang dikerjakan tangan, demikian juga sebaliknya. Mungkin kita adalah setitik air bagi samudra. Akan tetapi, jika setiap titik air tidak mau memberikan dirinya, bukankah samudra itu tidak pernah ada? Demikian juga dengan setiap anggota tubuh Kristus. Meskipun kita adalah bagian tubuh yang paling kecil dan lemah, kita tetap dibutuhkan dan sangat berarti bagi pekerjaan Kristus (ayat 21,22). Bayangkan jika setiap anggota tubuh terkecil tidak mau memberikan dirinya bagi tubuh, bukankah tubuh itu menjadi tidak sempurna?

Inilah saatnya kita mengubah cara pandang terhadap diri sendiri. Jangan rendah diri dan merasa sebagai anggota tubuh terkecil dan terlemah. Tak perlu berpikir kita tidak dapat memberi pengaruh apa pun dalam pelayanan karena merasa tidak memiliki kemampuan apa-apa. Tanamkan keyakinan bahwa setiap pelayanan selalu sangat berarti. Setiap orang dapat membuat sesuatu lebih baik demi kemuliaan Tuhan

SATU PELAYANAN, SATU ORANG, SATU ANGGOTA TUBUH

SELALU SANGAT BERARTI BAGI KRISTUS

Sumber: [Petrus Kwik]--[www.renunganharian.net]

Pertobatan Si Atlet

Baca: 1 Korintus 3:6-11
Ayat Mas: Yesaya 55:11
Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 14-16

Seorang pemuda ateis sedang menjalani pelatihan untuk menjadi peloncat indah Olimpiade. Ia memiliki seorang sahabat kristiani, yang banyak bersaksi kepadanya dan berusaha membawanya kepada Tuhan. Akan tetapi, si pemuda tak pernah menanggapi. Suatu malam, ia pergi ke kolam indoor di kampusnya untuk berlatih sendirian. Semua lampu padam ketika itu. Namun, karena bulan sangat cerah, ia merasa sudah cukup ada penerangan untuk menemaninya berlatih. Ia pun naik ke papan loncat yang paling tinggi.

Ketika ia berbalik dan merentangkan tangan, ia mendapati bayangan tubuhnya di dinding berbentuk salib! Tiba-tiba saja, bayangan salib itu menyentuh hatinya, dan semua kesaksian sahabatnya terngiang jelas. Maka, ia tak jadi meloncat, tetapi malah berlutut dan berdoa memohon agar Tuhan masuk ke dalam hatinya. Ketika ia bangkit berdiri setelah berdoa, seorang petugas kampus masuk dan menyalakan lampu. Baru pada saat itulah si pemuda melihat bahwa kolam renang di bawahnya, ternyata sedang dikeringkan, sebab hendak ada perbaikan. Tuhan menyelamatkannya pada waktu yang sangat tepat!

Ketika kita menabur kesaksian tentang Tuhan dan firman-Nya, ketika kita melayani seseorang atau sekelompok orang, ketika kita mendoakan seseorang, barangkali kita tak bisa segera melihat hasilnya. Namun, jangan berkecil hati apalagi berhenti melakukannya. Sebab ketika firman-Nya ditaburkan, Roh Allah akan bekerja dan melanjutkannya dalam diri orang-orang yang menerimanya. Lakukan saja pelayanan kita dengan cara terbaik sebagai kawan sekerja-Nya (ayat 9), lalu serahkan hasilnya kepada Dia (ayat 6,7)

TERUS TABURKAN FIRMAN DENGAN SETIA

SELANJUTNYA TUHAN AKAN BERKARYA SEMPURNA

Sumber: [Agustina Wijayani]--[www.renunganharian.net]

Sampai Kapan?

Baca: Maleakhi 3:1-3, 2 Korintus 3:18
Ayat Mas: Maleakhi 3:3
Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 11-13

Tahukah Anda bagaimana seorang pengrajin perak memurnikan perak dari lempengan perak biasa menjadi lempengan yang indah dan bernilai? Untuk memurnikan dan mentahirkan perak, perak tersebut harus dipanaskan dalam perapian dengan suhu sangat tinggi. Ini dimaksudkan agar bagian-bagian yang tidak diperlukan dapat dibuang dan yang tersisa hanya perak murni.

Sebagaimana disebutkan dalam Maleakhi 3:3, seorang tukang perak harus duduk selama proses pemurnian. Namun, ia bukan duduk santai melihat perak yang dibakar. Ia duduk persis di dekat perapian sambil memegang perak yang dipanaskan dengan bantuan penjepit. Ia harus berjaga memperhatikan dengan saksama proses yang sedang berlangsung di depan matanya dan bersiap-siap menarik perak tersebut jika telah selesai. Sedikit saja ia terlambat, perak tersebut bisa hancur.

Kehidupan kita juga serupa seperti perak yang sedang dimurnikan. Kita harus melewati proses yang tidak selalu menyenangkan, bahkan cenderung membuat kita merasa tidak nyaman. Namun, seperti tukang perak yang duduk di dekat perapian sambil “memegang” peraknya, demikianlah Tuhan menjagai kita agar melewati setiap proses dengan baik dan tidak sampai hancur.

Kadang kita memang bertanya, “Sampai kapan, Tuhan?” Bagi seorang tukang perak, sangat mudah mengetahui jika peraknya sudah benar-benar murni, yaitu ketika ia dapat melihat wajahnya tercermin dari logam yang sedang dibakarnya. Demikian juga, dalam setiap proses yang kita alami, Tuhan memastikan bahwa hanya Dia yang tercermin dalam kehidupan kita (2 Korintus 3:18)

TUHAN MURNIKANLAH SAYA

SAMPAI HANYA TUHAN YANG TERCERMIN MELALUI HIDUP SAYA

Sumber: [G. Sicillia Leiwakabessy]--[www.renunganharian.net]

Calo Tiket Bus

Baca: Matius 23:13, 23-28
Ayat Mas: Matius 23:13
Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 8-10

Apabila dipikir-pikir, ada yang ”aneh” dengan tugas seorang calo bus. Setiap hari ia berteriak-teriak agar banyak orang di terminal menaiki bus yang akan menuju kota tertentu. Mencari dan membujuk begitu rupa para calon penumpang, sebanyak mungkin. Namun, ia sendiri tetap tinggal di terminal. Ia tidak masuk ke bus itu.

Bacaan kita hari ini menunjuk pada sekelompok orang yang melakukan hal serupa dengan calo bus, yakni hidup para ahli Taurat dan orang Farisi. Mereka adalah orang-orang yang tahu dan mempelajari Kitab Suci, tahu tentang surga dan neraka. Sayangnya, mereka malah merintangi banyak orang untuk masuk ke surga karena mereka menjadi “batu sandungan” dengan kemunafikannya. Dengan demikian, ironisnya, mereka sendiri tidak masuk ke surga (ayat 13).

Kesaksian hidup kita yang baik sebagai garam dan terang tentu sangat mendukung pemberitaan kita tentang Kristus dan Kerajaan Surga. Sebab ada banyak orang yang tertarik dan mau percaya kepada Kristus, tetapi kemudian mengurungkan niat begitu melihat orang-orang kristiani tidak menjadi teladan yang baik. Maka, sebenarnya orang tidak menolak Kristus, tetapi menolak “orang-orang kristiani” yang tidak punya kesaksian hidup yang baik. Seperti cawan dan pinggan yang dibersihkan sebelah luarnya (ayat 25), seperti kuburan yang dicat putih (ayat 27). Orang yang “di sebelah luar tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam penuh kemunafikan dan kedurjanaan” (ayat 28). Kiranya hidup kita dijauhkan dari kemunafikan, hingga hidup kita menarik orang kepada Kristus!

JAUHI SEGALA KEMUNAFIKAN

AGAR KESAKSIAN KITA MENARIK JIWA KEPADA TUHAN

Sumber: [Andreas Christanday]--[www.renunganharian.net]

Ditolak Karena Ceroboh

Baca: Amsal 6:6-11
Ayat Mas: Amsal 21:5
Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 5-7

Salah ketik dalam surat lamaran dapat menghilangkan kesempatan memperoleh pekerjaan. Orang yang salah ketik dianggap ceroboh dan dikhawatirkan akan melakukan kecerobohan jika diterima bekerja. Itu hasil survei terhadap 100 eksekutif senior di Kanada pada 2009. Lebih dari separuh responden menyatakan, satu salah ketik saja dalam daftar riwayat hidup sudah cukup membuat pelamar tersingkir. Sebanyak 28 persen menolak pelamar yang membuat dua kesalahan, dan hanya 19 persen yang masih mau mempertimbangkan lamaran orang yang membuat empat atau lebih kesalahan. Salah ketik yang sering dilakukan, antara lain ”Dear Sir and Madman” (seharusnya Madam, sedangkan madman berarti orang gila).

Salomo menegaskan fatalnya konsekuensi yang harus ditanggung oleh orang ceroboh. Orang yang ceroboh dipandang cenderung bekerja tergesa-gesa. Ia bertindak tanpa kecermatan, tanpa perhitungan yang matang, suka mencari jalan pintas, mengabaikan pertimbangan benar atau salah atas cara-cara yang ditempuhnya. Akibatnya, ia mendatangkan kerugian, bagi dirinya dan bagi orang yang mengandalkan pekerjaannya. Dan, biaya untuk menutupi kerugian ini cenderung lebih mahal daripada jika tugas itu dikerjakan secara cermat sejak awal.

Tuntutan kerja bisa jadi menggoda kita untuk bertindak secara ceroboh. Untuk mengatasinya, Salomo mengajak kita belajar dari semut. Mereka pekerja yang rajin dan tekun, penuh inisiatif, tahu apa yang mesti dilakukan tanpa harus disuruh-suruh. Mereka menggunakan sebaik-baiknya setiap kesempatan yang ada, penuh pertimbangan, siap mengantisipasi kebutuhan masa depan

KECEROBOHAN ITU LEBIH MAHAL

DAN LEBIH MENGURAS ENERGI DARIPADA KECERMATAN

Sumber: [Arie Saptaji]--[www.renunganharian.net]

Menghargai Kehidupan

Baca: Mazmur 88
Ayat Mas: Pengkhotbah 9:4
Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 2-4

Anak lelaki itu terlahir cacat tanpa dua tangan. Dua kakinya pun tak sempurna, tak cukup kokoh untuk menopangnya berdiri. Apabila “berjalan”, ia harus menggulingkan badannya di lantai. Namun, yang membuat saya terkesan tatkala melihatnya melalui tayangan televisi adalah sorot matanya. Tegas. Berani. Gigih. Di panti penampungan itu, ia disayangi dan dilatih untuk mandiri. Dengan jemari kakinya yang mungil, ia mampu memakai dan melepas baju, makan, menggosok gigi, menulis, melukis. Ia dibuang orangtuanya sewaktu bayi. Kini usianya sudah 10 tahun. Kehidupan tidak ramah kepadanya, tetapi ia menjalaninya dengan tangguh.

Orang Yahudi di masa Perjanjian Lama sangat menghargai kehidupan. Sebab, hanya ketika hiduplah manusia dapat berkiprah ini dan itu. Di alam maut, semua nihil dan mustahil. Maka, umur panjang dipandang sebagai berkat dan kemuliaan (Amsal 3:16). Hidup lebih baik daripada mati. “Anjing yang hidup lebih baik daripada singa yang mati,” kata Pengkhotbah. Jika Tuhan berkenan, hidup patut dipertahankan dan diperjuangkan. Bahkan ketika penyakit mengancam, doa dan pengharapan untuk hidup tak boleh surut. Pergumulan ini tertuang jelas dalam Mazmur 88. Dalam menghargai hidup, ada perjuangan untuk mempertahankan dan menjalaninya.

Apakah kita menghargai kehidupan? Bagaimana dengan kenyataan banyak janin digugurkan? Bom teror diledakkan? Penggunaan narkoba yang mempertaruhkan masa depan dan nyawa? Apalagi kecenderungan bunuh diri? Menghargai kehidupan memang butuh perjuangan. Ketangguhan bocah cacat itu menggugah sekaligus menantang. Hidup karunia Tuhan layak dijalani dengan tangguh

SIAPA SAJA YANG MENGHORMATI TUHAN, IA MENGHARGAI KEHIDUPAN

SEBAB TUHANLAH PENCIPTA KEHIDUPAN

Sumber: [Pipi Agus Dhali]--[www.renunganharian.net]

Bukan Pekerja Biasa

Baca: Kejadian 39:1-6,20-23
Ayat Mas: Kejadian 39:2
Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 49, Keluaran 1

Dr. Cai Ming Jie, seorang Ph.D. lulusan Stanford University, memutuskan untuk menjadi seorang sopir taksi setelah kehilangan pekerjaannya. Dr. Cai Ming Jie tidak hanya berani menghadapi hidup dengan melakukan pekerjaan yang mungkin jauh dari impiannya, tetapi juga berusaha melakukan yang terbaik. Ia mencatat pengalamannya sebagai sopir taksi dalam sebuah blog: A Singapore Taxi Driver’s Diary. Itu menjadikannya bukan “sopir taksi biasa”.

Yusuf juga pernah mempunyai pekerjaan yang bukan merupakan impiannya. Menjadi budak, jelas bukan cita-cita Yusuf, si anak orang kaya. Namun apa daya, ia dijual dan harus menjadi budak. Pilihannya hanya dua. Sekadar menjadi budak atau menjadi budak yang baik. Dalam situasi sulit itu, Tuhan menyertai Yusuf (ayat 2,3). Penyertaan Tuhan menjadikannya budak yang tidak biasa. Ia menjadi budak yang “berkuasa” (ayat 4,5). Karena difitnah, Yusuf bahkan turun lebih rendah lagi. Ia menjadi narapidana. Namun kali ini pun, Tuhan tetap menyertai Yusuf, sehingga ia kembali menjadi bukan narapidana biasa, tetapi narapidana yang “berkuasa” (ayat 21-23).

Andai Anda sedang berada di lingkungan pekerjaan yang bukan pilihan Anda, jangan bekerja sekadarnya. Jangan menjadi pegawai biasa. Guru biasa. Dokter biasa. Percayalah, dunia bisa tidak adil terhadap Anda, tetapi Tuhan selalu adil. Kunci keberhasilan kita ada pada Tuhan, bukan pada dunia. Tanggung jawab kita, bukan menuntut ini dan itu, tetapi berjalan bersama Tuhan dan bekerja sebaik-baiknya. Tuhan akan memampukan kita memberi yang terbaik di tengah kondisi yang tak ideal sekalipun

TUHAN DIMULIAKAN DI TEMPAT KITA BERKARYA

HINGGA KITA MENJADI BUKAN PEKERJA BIASA

Sumber: [Grace Suryani]--[www.renunganharian.net]

Siapa Tinggi, Siapa Rendah?

Baca: Lukas 18:9-14
Ayat Mas: Lukas 18:13
Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 46-48

Kerajaan yang Sungsang, demikian judul buku Donald Kraybill. Buku ini hendak mengatakan betapa tata nilai yang diterapkan Yesus kerap kali berkebalikan dengan tata nilai yang dianggap wajar oleh dunia. Contohnya: orang Farisi yang taat beragama disalahkan, pemungut cukai yang menindas rakyat dibenarkan.

Orang Farisi membayar perpuluhan dengan tak bercacat. Mereka tidak merampok, tidak berzina. Bahkan, mereka berpuasa. Namun, Yesus mengkritik mereka karena mereka merasa sudah tidak butuh belas kasihan Allah. Ketepatan mereka dalam melaksanakan hukum memberi rasa puas begitu rupa, sehingga belas kasih Allah tak lagi dianggap penting. Mereka merasa sudah beres ketika telah mematuhi semua peraturan dan ketetapan. Ada rasa bangga, komplit, dan puas. Ini yang membedakan orang Farisi dengan si pemungut cukai—yang sangat sadar bahwa ia berdosa dan butuh rahmat Tuhan. Orang Farisi bangga dengan kesuciannya, pemungut cukai sadar akan dosanya. Yesus menunjukkan bahwa yang menyadari dosanya akan dibenarkan, sedang yang puas dengan kesalehannya, tidak. Inilah ”kerajaan yang sungsang” itu.

Sangat baik jika kita melakukan perintah-perintah-Nya. Sangat menyenangkan bagi Tuhan jika kita tidak melanggar peraturan-Nya. Itu memang kehendak Tuhan. Namun, apabila kita telah mencapai hal-hal itu, jangan sampai kita kemudian ”merasa saleh” hingga tidak memerlukan belas kasih Allah lagi. Apabila kita jujur, sesungguhnya ketika berjuang untuk hidup seperti Yesus, kita terus bergumul dengan banyak kelemahan dan kesalahan. Maka, kita ini tak pernah dapat hidup tanpa belas kasihan Tuhan

JANGAN PUAS DENGAN KEBAIKAN DIRI SENDIRI

SEBAB YANG TERBAIK DARI KITA PUN TAK MENYELAMATKAN

Sumber: [Daniel K. Listijabudi]--[www.renunganharian.net]

Waktu Tunggu

Baca: Kejadian 8:1-18
Ayat Mas: Efesus 5:16
Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 43-45

Menunggu itu menjemukan, tetapi terkadang tak terhindarkan. Kita harus menunggu saat berada dalam antrean, di halte, stasiun kereta, maupun bandara. Waktu tunggu kerap kali dipandang sebagai waktu luang yang tidak berguna, sehingga orang berusaha ”menghabiskan waktu” itu dengan tidur, berjalan ke sana kemari, memainkan handphone, atau melamun. Padahal jika waktu yang ada itu diisi, kita dapat melakukan banyak hal yang tidak dapat kita lakukan di tengah rutinitas dan kesibukan hidup.

Ketika Nuh dan seluruh keluarga masuk ke dalam bahtera, mereka harus menunggu selama ratusan hari sampai air bah di muka bumi surut. Setelah memastikan bahwa bumi benar-benar kering dan ada perintah dari Tuhan, baru mereka berani keluar. Berbulan-bulan hidup terkurung dalam bahtera pasti terasa sangat menjemukan jika dipandang hanya sebagai waktu tunggu yang harus dihabiskan. Sebaliknya, masa hidup dalam bahtera bisa juga dipandang sebagai momen berharga yang tak terulang. Waktu itu bisa diisi dengan banyak hal baru—mempererat hubungan dalam keluarga Nuh, belajar mengenal aneka satwa lebih dekat serta merawatnya, juga merenung tentang makna dan visi hidup: apa maksud Tuhan menyelamatkan Nuh sekeluarga?

Banyak hal kreatif dapat kita lakukan untuk mengisi waktu tunggu. Membaca buku, merenungkan firman Tuhan, mendoakan sahabat, mengirim e-mail, atau menelepon orang yang butuh dukungan semangat, dan lain-lain. Alihkan setiap aktivitas menunggu yang kita jumpai agar menjadi kesempatan untuk berkarya dan berbagi berkat

TUHAN MEMBERI WAKTU TUNGGU BUKAN UNTUK DIHABISKAN

MELAINKAN UNTUK DIISI DAN DIMANFAATKAN

Sumber: [Juswantori Ichwan]--[www.renunganharian.net]

Murid, Bukan Suporter

Baca: Lukas 14:25-35
Ayat Mas: Lukas 14:33
Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 40-42

Banyak orang yang “gila” sepak bola memutuskan untuk menjadi anggota fans club sebuah tim sepak bola. Biasanya mereka akan selalu menonton tatkala tim yang didukungnya berlaga, entah langsung pergi ke stadion ataupun melalui layar kaca. Yang menarik, biasanya mereka juga suka memakai atribut tim kebanggaannya tersebut; mulai dari kaos, selendang, sampai rela mengecat wajahnya dengan warna yang identik dengan tim kesayangannya. Mereka bisa berpesta tatkala timnya menang, juga sedih dan marah tatkala timnya kalah. Namun, itu hanya terjadi selama beberapa saat.

George Barna, seorang peneliti kristiani, menulis dalam bukunya Menumbuhkan Murid-Murid Sejati, bahwa banyak orang kristiani yang suka menjadi ”suporter” Kristus, tetapi tidak menjadi murid Kristus. Banyak orang tertarik pada kekristenan, tetapi tidak sungguh-sungguh berkomitmen kepada Kristus. Dalam bacaan hari ini, Yesus memberikan beberapa syarat untuk menjadi murid-Nya. Dan, jika kita tidak dapat memenuhi syarat tersebut, kita tidak layak menjadi murid-Nya. Memang syarat yang disampaikan Tuhan lebih banyak berupa kiasan dan tidak dapat diartikan secara harfiah. Namun, dari syarat-syarat tersebut kita mendapati bahwa Tuhan tidak ingin orang mengikut Dia hanya berdasarkan rasa tertarik. Orang itu harus berkomitmen dan mau membayar harga.

Orang kristiani seperti apakah kita? Suporter atau murid? Orang yang hanya senang memakai atribut kekristenan atau sungguh-sungguh memiliki komitmen dan berani membayar harga untuk mengikut Kristus? Apabila hanya sebatas suporter, kita tidak layak menjadi murid-Nya

JANGAN HANYA SENANG MEMAKAI ATRIBUT KEKRISTENAN

JADILAH MURID YANG SEBENAR-BENARNYA

Sumber: [Riand Yovindra]--[www.renunganharian.net]

Khawatir

Baca: Matius 6:25-34
Ayat Mas: Filipi 4:6
Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 37-39

Jika saya adalah Abraham, saya pasti sudah khawatir—karena anak perjanjian dari Tuhan tak kunjung datang. Itu sebabnya, Abraham sampai memperistri Hagar. Jika saya adalah Yakub, saya pasti sudah khawatir—bagaimana jika kelak akan bertemu Esau, setelah hak kesulungannya dirampas. Itu sebabnya, ia sampai mempersiapkan persembahan ternak untuk membujuk Esau.

Khawatir itu suatu perasaan yang manusiawi. Akan tetapi, tidaklah baik apabila kita terus-menerus tenggelam di dalamnya. Saat kekhawatiran itu datang, setidaknya ada dua sikap yang cenderung kita ambil. Pertama, kita menyerah. Terlalu berfokus pada masalah, hingga masalah tersebut menjadi begitu besar dan menguasai diri, hingga membentuk keyakinan kita. Akibatnya, kita kehilangan sukacita dan semangat. Menjadi lumpuh dan tak berdaya. Kedua, kita memilih menempuh jalan pintas. Terlalu percaya diri, mengandalkan kekuatan sendiri. Nekat. Saat kehilangan akal sehat, tindakan didasarkan pada emosi sesaat. Keduanya tidaklah membangun.

Lalu, bagaimana seharusnya kita bersikap apabila kekhawatiran itu melanda? Redamlah kekhawatiran itu, dengan mengisi hati dan pikiran kita dengan pengharapan. Lalu, berserah dan berharap kepada Tuhan saja. Berserah dengan keyakinan bahwa bunga di padang pun Dia hiasi (ayat 28-30). Sambil tetap berharap dengan keyakinan di dalam doa.

Jadi, saat Anda khawatir, janganlah putus berharap. Jalani hari ini dengan ringan bersama Tuhan. Serahkan rencana hari esok di tangan-Nya. Percayalah, Dia Mahakuasa menopang kita

KEKHAWATIRAN MENGINGATKAN AKAN BETAPA LEMAHNYA KITA

SEKALIGUS BETAPA BESARNYA KASIH PEMELIHARAAN TUHAN

Sumber: [Davis Yohanes Arifin]--[www.renunganharian.net]

Berani Hidup

Baca: Filipi 1:20-26
Ayat Mas: Filipi 1:21
Bacaan Alkitab Setahun: Zefanya 1-3

Seorang pemuda Palestina melilit tubuhnya dengan rangkaian bom. Keringat dingin membasahi wajahnya. Ia tahu, sebentar lagi ia akan mati. Namun, tekadnya sudah bulat: ingin membalas kejahatan musuh. Lalu dinaikinya sebuah bus umum. Ditekannya sebuah tombol. Bom itu meledak. Tubuhnya pun hancur lebur. Bagi kelompoknya, pemuda ini dipandang sebagai pahlawan, sebab ia berani mati untuk keyakinannya. Namun, ada yang jauh lebih susah dan lebih heroik daripada sekadar berani mati, yakni berani hidup. Tegar menghadapi hidup yang penuh penderitaan dengan tabah. Rasul Paulus bukan hanya berani mati, melainkan juga berani hidup. “Bagiku hidup adalah Kristus,” katanya. Jadi, alasan terkuat untuk hidup adalah untuk melakukan perbuatan yang memuliakan Kristus: melayani jemaat, menolong sesama, serta memberitakan kasih Allah. “Mati adalah keuntungan.” Untung, sebab bisa bertemu Kristus muka dengan muka dan beristirahat dari jerih lelah di dunia. Jadi, ia berani mati, tetapi juga berani hidup. Namun, Paulus lebih memilih untuk hidup “karena kamu”. Karena ia masih ingin berbuat banyak hal demi menjadi berkat bagi sesamanya. Ia bergairah hidup karena agenda kerjanya masih penuh cita-cita mulia. Menjadi orang yang berani mati saja tidak cukup. Kita juga harus berani hidup. Berani menjalani hari demi hari dengan penuh semangat, walaupun banyak kesulitan menghadang. Untuk itu, kita perlu memiliki visi hidup seperti Paulus. Ia hidup bagi Tuhan dan sesama, tidak sibuk untuk diri sendiri saja. Akibatnya, hidup senang, mati pun tenang.

BERIKANLAH HIDUPMU BAGI SESAMA, MAKA TIAP HARI AKAN JADI BERMAKNA

Sumber: [Juswantori Ichwan]--[www.renunganharian.net]

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More