Tampilkan postingan dengan label Maret 2011. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Maret 2011. Tampilkan semua postingan

Kamis, 28 April 2011

Membeli Kebenaran

Baca: Matius 13:43-46
Ayat Mas: Amsal 23:23
Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 25-26

Dalam salah satu amsalnya, Salomo mendorong kita untuk “membeli kebenaran dan tidak menjualnya” (Amsal 23:23). Apakah artinya ini? Tentu kita tidak dapat membeli kebenaran Allah dengan uang. Kita hanya dapat menerima kebenaran itu sebagai anugerah yang cuma-cuma dari Allah. Ketika kita menyambut kebenaran Allah, maka kita menjauhi kefasikan. Dalam hal ini, tentu kita perlu gigih dan memberi pengorbanan. Dalam amsal lain, Salomo menggambarkan pencarian hikmat seperti pencarian harta karun—ada usaha yang sungguh-sungguh (2:4). Dalam perumpamaan yang Yesus ceritakan, orang sampai rela menjual seluruh miliknya untuk mendapatkan mutiara yang sangat berharga (Matius 13:46).

Kita ditantang untuk ”membeli kebenaran”, semahal apa pun harga yang harus kita bayar. Ketika kita mengembangkan disiplin pribadi untuk menyimak firman Tuhan dengan berwaktu teduh, kita sedang ”membeli kebenaran”. Ketika kita menolak untuk mengambil jalan pintas kecurangan dan memilih untuk menempuh jalur yang—walaupun berat, sesuai dengan prinsip firman Tuhan, kita juga sedang ”membeli kebenaran”.

Menjual kebenaran, sebaliknya, berarti meremehkan bahkan mengkhianati kebenaran. Ketika kita membaca atau mendengarkan firman Tuhan, tetapi kemudian mengabaikan dan tidak menerapkannya, kita sedang ”menjual kebenaran”. Ketika kita mengompromikan integritas karena tergoda iming-iming kenaikan jabatan, kita juga sedang ”menjual kebenaran”.

Hari ini, baiklah kita meminta anugerah Allah, agar dimampukan untuk membeli kebenaran, dan tidak menjualnya.

PENGORBANAN ANDA UNTUK MENDAPATKAN KEBENARAN

MENUNJUKKAN SEBERAPA BESAR NILAI KEBENARAN BAGI ANDA

Sumber: [Arie Saptaji]--[www.renunganharian.net]

Benih Kepercayaan

Baca: Kisah Para Rasul 9:26-31
Ayat Mas: Kisah Para Rasul 9:27
Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 23-24

Pada pemakaman Kathryn Lawes, istri mantan sipir penjara di New York, para narapidana beramai-ramai melayat. Sejenak mereka menghirup udara bebas. Seusai upacara, tak satu pun dari mereka berusaha kabur. Dengan patuh, semua kembali ke sel masing-masing. Apa rahasianya? Semasa hidup, Nyonya Lawes membiarkan anak-anaknya bermain dengan para narapidana itu. Ia percaya mereka akan berlaku baik kepada anak-anaknya. Kesan dipercayai, itu yang membekas di hati para narapidana. Maka, mereka tak mau menodai kepercayaan yang diberikan waktu diizinkan keluar untuk melayat orang yang telah memercayai mereka.

Sejumput benih kepercayaan ditanam, hasilnya tak mengecewakan. Semua orang butuh dipercayai. Besar kemungkinan kebaikan dalam dirinya tumbuh jika ia dipercayai. Kita kagum akan sosok Paulus, penginjil terbesar sepanjang zaman. Namun, jangan lupa bahwa pada awal ia menjadi penginjil, Barnabas memiliki peran penting. Peran apa? Ia percaya kepada Saulus, sementara murid yang lain tidak. Ia mau menerimanya, sementara yang lain takut, mengingat sepak terjangnya di masa silam. Berbekal kepercayaan Barnabas, Saulus giat meyakinkan orang akan pertobatannya dan terus bersaksi bagi Yesus. Hingga kini kita mengenalnya sebagai Rasul Paulus.

Semua hubungan baik berlandasan kepercayaan. Suasana kerja yang baik dibangun di atas kepercayaan. Prestasi bertumbuh karena ada kepercayaan. Pelayanan yang berbuah memerlukan sikap saling percaya. Sudahkah kita menanam benih percaya-memercayai dalam berkeluarga, berteman, bekerja sama, bergereja, bermasyarakat? Jika kita ingin dipercayai, begitu pun orang lain.

ORANG YANG DIPERCAYAI DENGAN CARA YANG BENAR

AKAN MENJADI ORANG YANG DAPAT DIPERCAYA—Abraham Lincoln

Sumber: [Pipi Agus Dhali]--[www.renunganharian.net]

Bersukacita Selalu

Baca: Filipi 4:1-7
Ayat Mas: Filipi 4:4
Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 21-22

Seseorang diberi dua kotak oleh Tuhan, berwarna hitam dan emas. Ke dalam kotak hitam, Tuhan memintanya memasukkan segala kesedihan dan masalahnya. Sedangkan segala sukacita dan pengalaman menyenangkan dimasukkan ke kotak emas. Setelah sekian waktu, ia heran. Kotak emasnya bertambah berat, sementara kotak hitamnya tetap saja ringan. Penasaran, orang itu membuka kotak hitamnya. Ternyata, ada lubang di dasar kotak itu hingga setiap hal yang ia masukkan, tak tersimpan. Ketika ia menanyakannya kepada Tuhan, Dia menjawab, ”Agar kau selalu menghitung berkatmu, dan melupakan segala kepedihanmu.”

Hati dan perasaan kita bisa diguncang oleh berbagai emosi dalam hari-hari yang kita jalani; susah, cemas, takut, sebab banyak perkara menimpa kita secara pribadi. Akan tetapi, firman Tuhan meminta kita senantiasa bersukacita. Bagaimana bisa? Kuncinya: bersukacita di dalam Tuhan (ayat 4). Apa yang kita rasakan mungkin tidak selalu hal yang mendatangkan sukacita, tetapi Tuhan meminta kita dapat memilih sikap untuk tetap bersukacita, dengan menghitung berkat yang kita terima. Dia telah memberi kita begitu banyak kemurahan—tidak saja untuk hidup di dunia, tetapi juga sampai kekekalan.

Paulus juga mengatakan bahwa kita dapat meraih sukacita dalam Tuhan dengan berbuat kebaikan (ayat 5), sebab dengan memberkati, maka kita sadar bahwa kita punya berkat lebih. Pula dengan tidak khawatir, sebab semua yang kita perlu pun, boleh kita mintakan kepada Bapa (ayat 6). Maka, damai sejahtera yang melampaui akal—yang melampaui segala emosi yang bisa menyerang, akan memampukan kita untuk tetap bersukacita (ayat 7).

TUHAN MEMAMPUKAN KITA MENANG ATAS KESUSAHAN

MELALUI PENYERTAAN-NYA YANG TIADA BERKESUDAHAN

Sumber: [Agustina Wijayani]--[www.renunganharian.net]

Takut Berharap Lebih

Baca: Yohanes 20:11-18
Ayat Mas: Efesus 1:18,19
Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 19-20

Setelah dikhianati suaminya, seorang istri berkata: ”Sekarang saya tidak lagi berharap banyak kepadanya. Tidak berharap diperhatikan; diberi hadiah ulang tahun; ditelepon jika ia dinas di luar kota. Saya sudah banyak dikecewakan. Jadi, saya tidak lagi mau menggantungkan harapan kepadanya.” Ketakutan dikecewakan lagi telah membuat sang istri menurunkan harapannya pada sang suami. Ia takut berharap lebih.

Ketika Maria datang ke kubur Yesus pada pagi Paskah, ia pun tidak berani berharap banyak. Maria datang sekadar hendak merawat jenazah Yesus. Tidak lebih dari itu! Ia tidak berharap akan menjumpai Yesus yang sudah bangkit, karena baginya harapan itu tidak realistis. Terlalu muluk. Bisa kecewa jika nanti hal itu tidak terjadi. Maka, saat ditanya, ”Siapa yang engkau cari?” Maria menjawab bahwa ia ingin mencari mayat Yesus yang diambil orang. Ia masih belum menyadari dengan siapa ia sedang bercakap-cakap. Setelah disapa dengan namanya, barulah Maria tersadar: Yesus hidup. Yesus berdiri di hadapannya! Dari situ ia belajar: Yesus bisa memberi jauh melebihi apa yang ia harapkan.

Berharap banyak pada manusia memang bisa mengecewakan, seperti pengalaman seorang istri tadi. Manusia tidak bisa kita andalkan. Akan tetapi, Allah berbeda. Paulus berkata, kuasa-Nya ”hebat” bagi kita. Jadi, taruhlah seluruh harapan masa depan Anda kepada-Nya: mulai dari studi, pekerjaan, jodoh, keluarga, sampai pemeliharaan Allah di masa tua. Walau tak semua kemauan kita Tuhan turuti, tetapi yang kita butuhkan pasti Dia beri. Jangan takut berharap lebih!

HARAPAN ITU IBARAT SAUH

AGAR BIDUKMU TAK TEROMBANG-AMBING, TANCAPKAN DENGAN TEGUH

Sumber: [Juswantori Ichwan]--[www.renunganharian.net]

Mengganti Posisi Tuhan?

Baca: Yesaya 29:15-16
Ayat Mas: Yesaya 29:16
Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 17-18

Henry Morehouse adalah seorang pendeta muda yang dipakai Tuhan secara luar biasa. Ribuan orang datang untuk mengalami mukjizat Tuhan dalam ibadah yang ia pimpin. Sampai suatu kali, dalam sebuah acara besar yang diadakan, semuanya tampak begitu “biasa”. Tak ada hadirat atau lawatan Tuhan, tak ada mukjizat Tuhan, tak ada kuasa Tuhan yang mengalir. Ini membuat Henry sedih. Ia berdoa dan bertanya kepada Tuhan mengapa hal itu bisa terjadi. Tuhan menjawabnya dengan membawanya melewati sebuah jalan yang penuh spanduk tentang acara tersebut. Rupanya, yang dibesar-besarkan bukan lagi nama Tuhan, melainkan namanya sendiri.

Kita mungkin juga pernah mengalami hal serupa. Saat Tuhan mulai memakai kita dengan luar biasa dan banyak jiwa diberkati lewat pelayanan kita, maka kita bisa terjebak dalam kesombongan. Kita tak lagi melihat bahwa pelayanan kita berhasil karena Tuhan—bukan karena diri sendiri. Tatkala kita mulai meninggikan diri—membuat mata semua orang tertuju kepada kita dan bukan lagi kepada Tuhan, maka Tuhan akan berdiam diri. Bisa jadi khotbah kita tetap bagus; gaya bicara kita tetap berapi-api; atau kita tetap mendapat pujian atas pelayanan kita. Semua bisa berjalan seperti biasa. Namun, pelayanan kita tidak lagi menyentuh hati atau mengubahkan hidup. Apalah artinya kita melayani dengan sangat baik, tetapi tidak memberkati jiwa-jiwa?

Adakah Tuhan masih terus menjadi pusat dari setiap pelayanan kita? Ataukah kita tengah menggeser posisi Tuhan dan ”mendu­dukinya”? Kini saatnya bertobat, agar pelayanan kita kembali menjadi berkat.

PELAYANAN SEHEBAT APA PUN TAK ADA ARTINYA

TANPA URAPAN DAN PENYERTAAN ALLAH

Sumber: [Petrus Kwik]--[www.renunganharian.net]

Keberuntungan

Baca: Yeremia 32:36-44
Ayat Mas: Yeremia 32:42
Bacaan Alkitab Setahun: Daniel 7-9

Banyak orang rela membayar mahal untuk mendapat nomor cantik bagi telepon atau plat mobilnya. Nomor cantik disukai karena unik dan mudah diingat, tetapi ada pula yang meyakini nomor itu bisa membawa keberuntungan! Seorang pria di Hongkong rela membayar lebih dari lima ratus juta rupiah untuk membeli plat mobil bernomor CCUE (baca: see see you yee). Dalam bahasa Kanton, kata-kata itu berarti “semua berjalan menurut keinginan seseorang”. Pemiliknya percaya, jika mengendarai mobil berplat nomor itu, keberuntungan menyertainya ke mana pun ia pergi. Alkitab menyaksikan bahwa keberuntungan datang bukan dari nomor, barang, atau situasi tertentu. Tidak ada hari baik atau hari buruk. Waktu kota Yerusalem hancur karena perang, kelaparan, dan penyakit (ayat 36), Tuhan menegaskan semua itu terjadi bukan karena mereka tertimpa nasib sial, melainkan karena Tuhan murka. Umat tidak lagi hidup taat kepada Tuhan (ayat 37). Tuhan berjanji kelak mereka akan diberi hati yang takut akan Tuhan (ayat 40). Jika umat kembali taat, pasti keberuntungan akan datang (ayat 42). Pemulihan terjadi. Tanah tandus akan menjadi ladang subur yang diperebutkan orang (ayat 43,44). Apa yang tadinya merugikan bisa diubah Tuhan jadi menguntungkan! Masihkah Anda percaya bahwa benda tertentu—semisal: roti atau air anggur perjamuan, bisa membawa keberuntungan? Masihkah Anda mencari “hari baik” saat hendak menentukan hari pernikahan? Di dalam Kristus, tidak ada hari yang layak disebut hari buruk atau nasib sial. Jika kita taat pada Tuhan, setiap hari adalah hari keberuntungan!

Keberuntungan ada di tangan Tuhan kita; tersedia bagi mereka yang

menggenggam
tangan-Nya

Sumber: [Juswantori Ichwan ]--[www.renunganharian.net]

“Kacamata” Allah

Baca: Mazmur 73:12-28
Ayat Mas: Mazmur 73:25
Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 13-14

Saat kita melihat apa yang terjadi di dunia ini, bisa jadi kita merasa seolah-olah Tuhan tidak adil. Mengapa? Sebab Tuhan sepertinya membiarkan ketidakbenaran merajalela. Orang jahat bisa bebas melakukan kejahatan tanpa terkena hukuman. Itulah yang akan kita lihat jika melihat dunia dari ”kacamata” kita.

Pemazmur pernah mengalami hal yang sama. Ia melihat bahwa orang fasik hidup dengan makmur dan sukses (ayat 12). Sedangkan dirinya, malah tidak demikian. Itu membuatnya berpikir bahwa mempertahankan hidup benar adalah hal yang sia-sia (ayat 13). Namun semuanya berubah tatkala ia memandang hal tersebut dari sudut pandang Allah (ayat 17). Kesudahan orang fasik yang diperlihatkan kepadanya, sungguh membukakan mata (ayat 18-20). Membuatnya sadar bahwa hal paling berharga dalam dirinya adalah Allah sendiri, bukan hal-hal fana seperti yang dikejar orang fasik. Hanya Tuhan yang menjaminnya masuk dalam kemuliaan kekal, bukan kemakmuran duniawi apa pun. Itu sebabnya ia mengatakan bahwa yang ia ingini di bumi dan di surga hanyalah Allah (ayat 25, 26).

Maka, mari lihat segala sesuatu dari ”kacamata” Allah, sehingga kita dapat melihat kebenaran yang sesungguhnya. Tidak perlu kita mengingini hal-hal yang dicapai orang lain secara tidak benar. Sebab, keadilan Tuhan tidak dapat dipermainkan oleh manusia. Dengan demikian, jangan berhenti untuk selalu hidup dan berlaku benar di hadapan Allah. Walau ganjarannya tak segera tampak. Ingatlah bahwa Tuhan memberi kesudahan hidup setiap manusia, sesuai dengan kebenaran yang dihidupinya. Ganjaran-Nya selalu adil

KIRANYA HIDUP KITA TAK MENGEJAR YANG FANA SAJA

KEJARLAH TUHAN SEBAGAI HARTA YANG PALING BERHARGA

Sumber: [Riand Yovindra]--[www.renunganharian.net]

Rekaan Tuhan

Baca: Kejadian 50:15-21
Ayat Mas: Kejadian 50:20
Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 11-12

Ayah saya meninggal karena komplikasi maag, TBC, diabetes, dan pendarahan. Pada masa akhir hidupnya, ia menjadi seorang yang sangat mengasihi ibu saya. Sebelum pensiun, ayah saya hidup dengan mengikuti keinginan daging dan keduniawian. Sebagai pejabat, ia melakukan banyak hal yang tidak baik. Ibu saya sangat terluka karena itu. Namun, penyakit memaksanya untuk lebih banyak di rumah, beristirahat, dan tidak bisa keluar rumah. Akibatnya, ia banyak memberi waktu untuk ibu saya. Ia pun mencari Tuhan, banyak berdoa, serta membaca Alkitab. Saya mengenang bahwa di akhir hidupnya, ayah dan ibu saya kembali seperti sepasang pengantin baru. Penyakit yang merupakan sesuatu yang jahat, tetapi bisa juga membawa banyak kebaikan bagi hidup mereka.

Yusuf melihat jalan hidupnya dengan cara seperti ini. Perlakuan jahat saudaranya tidak membuatnya dendam dan mengutuki kehidupan. Namun, ia percaya bahwa itu semua rencana Tuhan, agar dalam masa kemarau dan kelaparan, Israel terus dipelihara. Hal yang buruk telah dipakai Allah untuk mendatangkan hal yang baik. Kejahatan manusia akan dipakai untuk melaksanakan rencana-Nya dengan cara yang kreatif.

Memahami hal ini telah membuat Yusuf menjadi seorang yang berjiwa besar. Hal buruk bisa menimpa orang yang baik. Ini adalah observasi kehidupan yang akurat. Namun, jika kita melihat hanya sampai di sini, maka hasilnya adalah frustrasi. Akan tetapi, karena Tuhan mereka-rekakan yang baik dari yang jahat, maka kita bisa percaya bahwa hal buruk yang kita alami, adalah sebuah coretan tangan Tuhan untuk melukis sebuah pelangi dalam hidup kita.

TUHAN BAHKAN MAMPU MENGGUNAKAN HAL YANG JAHAT

UNTUK MENDATANGKAN HAL YANG BISA MENJADI BERKAT

Sumber: [Denni Boy Saragih]--[www.renunganharian.net]

Ray Charles

Baca: 1 Samuel 8:1-9
Ayat Mas: 1 Samuel 3:13
Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 9-10

Seorang anak kecil buta terjatuh. Ia menangis meraung-raung, memanggil sang ibu. Biasanya seorang ibu tentu akan bergegas menghampiri anaknya, tetapi ibu si anak justru berdiam diri. Dari sudut ruangan, ia menyaksikan anaknya menangis dalam frustrasi. Namun anak itu perlahan bangkit, mengibaskan debu dari bajunya, lalu meraba jalannya sendiri menuju sang ibu. Dengan penuh air mata, sang ibu memeluk erat anaknya. Itulah sepenggal cerita masa kecil Ray Charles, legenda musik soul Amerika. Apa komentar Anda mengenai si ibu? Kejam? Tidak punya hati? Di adegan berikutnya, sang ibu menjelaskan tindakannya kepada Ray kecil: “Aku ingin kamu tahu … kamu itu buta, tetapi tidak bodoh.”

Di Alkitab, banyak contoh buruk orangtua yang gagal mendidik anaknya, termasuk para tokoh besar seperti Imam Eli. Tuhan bahkan menegaskan sikap Eli yang tidak memarahi anaknya sebagai dosa menghujat Allah (1 Samuel 3:13). Serupa dengan seniornya, di hari tuanya pun Samuel harus mengelus dada karena anak-anaknya tidak layak menjadi hakim Israel (8:3). Sikap buruk mereka mengakhiri masa hakim-hakim di Israel dan awal berkuasanya para raja.

Bersikap ”keras” kepada anak-anak atau generasi muda yang dipercayakan kepada kita, bukanlah hal yang tabu; sebab sikap demikian perlu untuk mendidik, asal melakukannya dengan tujuan dan cara yang benar. Sikap memanjakan generasi muda atau membiarkan mereka berbuat apa saja tanpa nasihat, justru menjadi pertanda tidak adanya tanggung jawab. Sebagai masa depan dunia, generasi muda membutuhkan didikan karakter dari otoritas di sekelilingnya

DIDIKAN MEMANG KERAP TERASA MENYAKITKAN

NAMUN PASTI MEMBENTUK KARAKTER SECARA MENGAGUMKAN

Sumber: [Olivia Elena]--[www.renunganharian.net]

Mencari Pelanggaran

Baca: Galatia 3:19-24
Ayat Mas: Galatia 3:24
Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 7-8

Pernah berpapasan dengan operasi lalu lintas bagi pengendara sepeda motor di jalan raya? Polisi akan memeriksa kelengkapan Anda dalam berkendara. Jika Anda lalai membawa SIM atau STNK, misalnya, Anda akan diminta membayar denda. Sebaliknya, apabila surat-surat Anda lengkap, akankah polisi memberi Anda hadiah dan piagam? Tidak! Hingga kemudian seolah-olah para polisi hanya bermaksud mencari pelanggaran Anda, bukan menghargai kepatuhan Anda.

Hukum Taurat kira-kira juga berfungsi seperti itu. Hukum Taurat dirancang bagi orang berdosa (1 Timotius 1:9) untuk menyadarkan mereka akan dosa dan pelanggaran mereka. Paulus sendiri mengakui, oleh hukum Taurat-lah ia mengenal dosa (Roma 7:7). Standarnya yang sempurna—pelanggaran atas satu bagian berarti pelanggaran atas seluruh hukum (Yakobus 2:10)—memperlihatkan ketidakmampuan manusia untuk mematuhinya: tak seorang pun dibenarkan karena melakukan hukum Taurat. Adapun mereka yang insaf akan melihat bahwa mereka memerlukan penolong untuk mengatasi kebuntuan tersebut: mereka akan menyambut anugerah Allah di dalam Kristus dengan sukacita. Hukum Taurat menuntun mereka untuk beriman kepada Kristus yang akan membenarkan mereka.

Maka, Hukum Taurat sangat berguna bagi pemberitaan Injil. Charles Spurgeon menggambarkannya seperti bajak yang menggemburkan tanah sebelum ditaburi benih. Ketika orang menyadari betapa busuk pelanggarannya terhadap hukum Allah, ia akan menerima penebusan Kristus sebagai anugerah tak ternilai. Pakailah hukum Taurat untuk menuntun orang pada pertobatan!

HUKUM TAURAT SEPERTI BAJAK UNTUK MENGGEMBURKAN HATI MANUSIA

AGAR SIAP MENERIMA ANUGERAH ALLAH

Sumber: [Arie Saptaji]--[www.renunganharian.net]

Tertidur

Baca: Lukas 22:39-46
Ayat Mas: Lukas 22:45
Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 4-6

Belum lagi seminggu ibunya meninggal, suami Rina meninggal dalam kecelakaan lalu-lintas. Ini masa yang sangat berat bagi Rina. Setahun kemudian, ia menuliskan pengalamannya selama masa duka itu. ”Aku merasa lelah. Setiap kali bangun tidur, aku merasa sedih. Lalu aku tidur lagi. Rasanya nyaman bisa melarikan diri sejenak dari kenyataan untuk memimpikan ibu dan suamiku. Begitulah kuhabiskan waktu beberapa minggu setelah kedukaan itu.”

Tidur adalah kebutuhan. Namun, bisa juga dipakai untuk melarikan diri dari kenyataan. Menjelang Yesus ditangkap, para murid tertidur karena dukacita. Mereka ingin lepas dari beban kesedihan, setelah Yesus berkata Dia akan menderita dan tidak lagi bersama mereka (ayat 14-17). Namun, tidur tidak menyelesaikan masalah. Sejenak kita terbuai mimpi, lalu bangun dengan masalah yang tetap ada. Terus tertidur berarti kehilangan kesempatan. Menunda waktu untuk bertindak. Maka, Yesus menyuruh murid-murid bangun dan berdoa. “Supaya kamu jangan jatuh dalam pencobaan,” ujar-Nya. Para murid akan dicobai untuk menyangkal Yesus. Mereka butuh perlengkapan kuasa Allah. Ini hanya bisa didapat jika mereka bangun dan berdoa.

Ketika dihantam masalah berat, banyak orang membius diri dengan hiburan, obat-obatan, atau kesibukan agar bisa melupakan masalah. Yang lainnya pasif. Tidak berbuat apa-apa, sambil bermimpi masalah itu akan selesai sendiri. Ini sama dengan tidur! Tuhan siap menolong kita, tetapi kita harus bangun dan berdoa! Berjuanglah menghadapi setiap masalah, sambil memohon kuat kuasa-Nya. Ora et labora.

KITA AKAN MENANG ATAS MASALAH APABILA TIDAK MENGHINDARINYA

MELAINKAN MENGHADAPINYA DENGAN USAHA DAN DOA

Sumber: [Juswantori Ichwan]--[www.renunganharian.net]

Undangan yang Mengubahkan

Baca: Lukas 5:27-32
Ayat Mas: Lukas 5:32
Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 1-3

Kita selalu melihat orang lain dengan memakai sebuah ”kacamata”. Bukan kacamata secara fisik, melainkan ”kacamata” mental di dalam pikiran kita. Dengan ”kacamata” mental itu, kita menyikapi segala sesuatu: menyukainya, menghindarinya, merengkuhnya, mengabaikannya, memujinya, atau mengkritisinya. ”Kacamata” mental masing-masing orang tak sama. Namun, sedikit banyak ”kacamata” mental yang kita pakai ikut menentukan sikap kita.

Orang yang pekerjaannya memungut cukai, seperti Lewi, biasa dilihat dengan ”kacamata” mental yang buram, bahkan gelap, karena cara hidup dan pekerjaannya. Pemungut cukai identik dengan orang yang rakus harta, menindas bangsa sendiri demi keuntungan pribadi, antek pemerintah penjajah yang hidup makmur dari pemerasan pajak pasar. Pendek kata, bagi banyak orang Yahudi, pemungut cukai semacam ini dipandang sebagai orang yang paling berdosa. Karena itu, ketika Lewi menanggapi ajakan Yesus untuk mengikuti Dia (ayat 28), orang Yahudi menjadi sinis. Mereka belum bisa melepas ”kacamata” mental mereka.

Kenyataannya, Yesus dekat dengan orang-orang berdosa. Akan tetapi, kedekatan Yesus dengan mereka bukan berarti bahwa Yesus dekat dengan dosa, melainkan hendak mendekat kepada pribadi yang melakukan dosa, agar ia diselamatkan. Itu sebabnya Dia memanggil setiap saat: ”Ikutlah Aku ... ikutlah Aku.” Siapa pun Anda menurut anggapan orang, Yesus menawarkan keselamatan dan pemulihan. Dia selalu memandang kita dengan penuh belas kasih. Dan, tidak pernah ada kata terlambat untuk datang kepada-Nya

TOBAT ADALAH LANGKAH PASTI

MENYAMBUT ANUGERAH YANG MAHAHEBAT

Sumber: [Daniel K. Listijabudi]--[www.renunganharian.net]

Pendatang

Baca: Ibrani 11:8-16
Ayat Mas: Ibrani 11:13
Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tesalonika 1-3

Saya pernah bertualang seorang diri keliling Eropa selama sebulan, sebagai turis backpacker. Dengan menyandang ransel besar, saya mengunjungi kota demi kota dengan kendaraan umum. Kadang saya menginap di kereta, pada kesempatan lain menginap di hostel. Seru! Bagi turis seperti saya, berlaku prinsip penting: bawalah barang seringan dan sesedikit mungkin. Mau beli cenderamata pun mesti pikir-pikir—jangan sampai membebani diri terlalu berat. Toh saya berada di satu tempat hanya satu atau dua hari. Akibatnya saya tidak membawa barang-barang, kecuali yang benar-benar penting. Firman Tuhan mengingatkan bahwa kita hanya orang asing dan pendatang di bumi ini (ayat 13). Kita hanya transit dan tak akan tinggal lama. Tujuan akhir kita adalah tanah air surgawi. Karena itu, janganlah hati kita melekat pada kemewahan dunia, lalu membangun kerajaan di sini. Jangan terlalu merasa betah. Belajarlah dari Abraham. Ketika ia tiba di negeri perjanjian, ia tidak membangun rumah permanen. Ia mendirikan kemah yang mudah dibongkar kapan saja (ayat 9). Bagi Abraham, dunia ini hanya “tanah asing”. Bahkan ketika ia tak memperoleh apa pun yang dijanjikan di dunia ini, ia tidak kecewa. Mengapa? Karena ia sadar dirinya hanya pendatang (ayat 13). Penggenapan seluruh janji Allah baru akan dialami kelak, ketika kita tiba di “tanah air”. Di tengah kesibukan bekerja, ada bahaya jika kita menjadi “terlalu betah” tinggal di dunia. Merasa menjadi penghuni tetap bumi ini, sehingga memusatkan perhatian untuk segala hal duniawi. Ingatlah: kita hanya pendatang dan perantau. Perjalanan masih panjang. Pastikan bawaan Anda sudah seringan dan sesedikit mungkin

JIKA ANDA TERLALU BETAH TINGGAL DI BUMISURGA TAMPAK TIDAK

MENARIK LAGI


Sumber: [Juswantori Ichwan]--[www.renunganharian.net]

Keluarga yang Bermisi

Baca: Roma 16:1-5
Ayat Mas: Roma 16:3
Bacaan Alkitab Setahun: Hakim-hakim 20-21

Bagi sebagian orang kristiani, ”bermisi” kerap dianggap sebagai pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh gereja atau lembaga misi. Juga hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang secara khusus terbeban untuk melakukan pelayanan misi. Namun sesungguhnya, pelayanan misi dapat dilakukan oleh setiap orang percaya.

Keluarga Priskila dan Akwila memahami bahwa misi tidak hanya untuk orang-orang tertentu, melainkan juga untuk keluarga mereka. Selain memberitakan tentang Kristus ke berbagai daerah, mereka juga mendukung pelayanan rekan-rekan mereka—seperti Paulus. Mereka tidak sibuk memikirkan kehidupan pribadi. Mereka tidak menyibukkan diri untuk mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya agar semakin kaya. Mereka tidak menutup pintu bagi orang-orang yang membutuhkan jamahan Kristus (1 Korintus 16:19). Mereka berdoa bagi orang-orang yang belum atau baru mengenal Kristus. Mereka memberi dukungan untuk membangun orang lain. Mereka juga memberi waktu untuk mengajar dan berbagi dengan orang lain (Kisah Para Rasul 18:18).

Keluarga dihadirkan Allah agar tidak hanya memikirkan kepentingan keluarga itu sendiri, tetapi agar dipakai untuk menjadi berkat bagi banyak orang. Misalnya, satu keluarga mau menyediakan waktu untuk mendoakan orang lain. Atau, mendukung departemen misi dalam gereja atau lembaga misi lain dengan dana, pikiran, dan tenaga. Atau, membuka lebar-lebar pintu rumah untuk siapa saja yang sedang berkeluh kesah. Biarlah kasih Kristus melingkupi keluarga-keluarga kita, agar kita semua dapat berperan secara maksimal.

KELUARGA YANG BERMISI MENGENALI PANGGILAN ALLAH

UNTUK TAK HENTI MELAYANI DAN MEMBAGI BERKAT

Sumber: [Antoni Martua Samosir ]--[www.renunganharian.net]

Jujur=Hancur?

Baca: Amsal 11:3-6
Ayat Mas: Amsal 11:6
Bacaan Alkitab Setahun: Hakim-hakim 16-19

Seorang pemuda miskin tengah mencari pekerjaan ke sana kemari tanpa hasil. Dalam kerisauan, pemuda itu tidak berkonsentrasi mengendari motor bututnya. Akibatnya, tanpa sengaja ia menabrak sebuah mobil mewah yang sedang diparkir. Betapa terkejut dan takutnya ia, karena lampu kanan mobil itu pecah. Dalam situasi sepi, sebenarnya bisa saja pemuda itu melarikan diri. Akan tetapi, ia adalah seorang kristiani yang jujur dan bertanggung jawab. Karena itu, ia mencari pemilik mobil tersebut. Sang pemilik mobil memberinya kartu nama, dan memintanya datang ke kantor untuk menyelesaikan perkara. Tanpa diduga, sang pemilik mobil menawarkan sebuah pekerjaan bagus untuknya, karena melihat kejujuran pemuda ini.

Seandainya kita mengalami peristiwa seperti itu, apa yang akan kita perbuat? Melarikan diri untuk menghindari risiko, atau dengan sikap jujur mau bertanggung jawab dan bersedia menanggung risiko? Di zaman sekarang ini kita semakin sulit menemukan orang yang masih memegang teguh nilai kejujuran. Sebaliknya, yang sering kita ketahui adalah pejabat yang korupsi, pedagang yang curang, karyawan yang mengambil keuntungan secara ilegal, atau orang-orang yang melakukan pungutan liar. Bahkan, tak jarang kita melihat atau mendengar ketidakjujuran terjadi di gereja.

Apakah bagi kita ketidakjujuran adalah suatu hal yang wajar dan biasa dilakukan untuk menghindari risiko akibat perbuatan kita? Ingatlah dan bertahanlah dalam firman hari ini, supaya hidup kita dipimpin oleh ketulusan dan kita menjadi orang yang jujur (ayat 3).

DUNIA BERKATA, “JUJUR BERARTI HANCUR”

TETAPI ALLAH BERKATA, “JUJUR BERARTI MUJUR”

Sumber: [Petrus Kwik]--[www.renunganharian.net]

Kreatif Berwaktu Teduh

Baca: Daniel 6:5-14
Ayat Mas: Mazmur 62:2
Bacaan Alkitab Setahun: Hakim-hakim 13-15

Dua bulan pertama menjadi ibu sangat menjungkirbalikkan hidup saya. Apalagi ketika cuti hamil dan melahirkan telah usai, saya merasa seakan-akan tak punya waktu untuk diri sendiri. Banyak aktivitas harus dilakukan hingga saya bahkan kehilangan waktu untuk bersama Tuhan. Itu sebabnya saya harus kreatif mencari cara bersekutu dengan Tuhan. Misalnya memanfaatkan waktu ketika berkendara menuju kantor, di suasana pagi yang teduh. Di situ saya berkesempatan menjalin keintiman dengan Tuhan.

Dalam bacaan kita, Daniel memberi teladan dalam kesetiaannya bersekutu dengan Tuhan. Ia selalu memberi waktu khusus tiga kali sehari untuk berdoa di ruang atas rumahnya (ayat 11,12). Daniel selalu rindu berbincang dengan Tuhan dan mendengarkan suara-Nya. Karena dengan dekat kepada Allah, Daniel mendapatkan hikmat, kekuatan, dan perlindungan sejati.

Namun, bagaimana jika kita tidak memiliki cukup waktu untuk berwaktu teduh secara khusus seperti Daniel? jika padatnya aktivitas menyita banyak waktu, apakah kemudian itu menjadi alasan bagi kita untuk tidak berwaktu teduh sama sekali? Justru sebaliknya, kita harus menemukan cara untuk selalu berkomunikasi dengan Allah. Misalnya, mendengarkan renungan di mobil sepanjang perjalanan, berbincang dengan Tuhan sambil meninabobokan anak, merangkai doa ketika menunggu mesin pengering baju selesai bekerja. Nyatanya, “waktu khusus” bagi Dia dapat ditemukan di mana pun dan kapan pun di hari-hari kita. Apakah Allah berkenan? Allah menghargai kesediaan kita mempersembahkan waktu bagi Dia. Mari, temukan cara-cara kreatif untuk terus terhubung dengan Tuhan

SEBAB TUHAN KITA MAHAHADIR

DI MANA PUN DAN APA PUN AKTIVITAS KITA, DIA SELALU ADA

Sumber: [Santhi Ratnaningsih]--[www.renunganharian.net]

Marah

Baca: Kejadian 4:1-16
Ayat Mas: Efesus 4:26
Bacaan Alkitab Setahun: Hakim-hakim 10-12

Seorang ibu bercerita bahwa suaminya tanpa sepengetahuannya telah meminjamkan sejumlah besar uang kepada temannya. Teman suaminya itu rupanya tidak bertanggung jawab. Ia kabur begitu saja. Ibu ini jengkel sekali. Mengapa suaminya tidak memberi tahunya lebih dulu? Namun, nasi sudah menjadi bubur. Uangnya tidak bisa kembali. Lalu ibu itu bertanya, apakah sebagai orang kristiani ia boleh marah kepada suaminya?

Bagi sebagian orang, pertanyaan ibu itu mungkin terlalu sederhana. Namun itu kenyataan yang kerap terjadi, dan tidak boleh disepelekan. Sebab hal itu bisa terus mengganggu pikiran. Bolehkah seorang kristiani marah? Marah itu wajar. Hidup memang tidak selalu berjalan seperti yang kita harapkan. Orang-orang di sekitar kita juga tidak selalu berlaku seperti yang kita mau.

Sebagai orang kristiani, tidak salah apabila kita marah. Asal, marah untuk sesuatu yang tepat, dengan cara yang tepat, kepada orang yang tepat, dan di waktu yang tepat. Kerap yang menjadi masalah bukan marahnya, tetapi bagaimana dan untuk apa kita marah. Juga, jangan menyimpan kemarahan hingga menjadi dendam kesumat. Kemarahan yang disimpan justru akan merampas kebahagiaan kita—tidak ada orang yang bisa bahagia dengan terus menyimpan kemarahan dan dendam. Lebih dari itu, kemarahan yang terus disimpan hanya akan mendorong kita ke dalam jurang dosa. Peristiwa pembunuhan Habel oleh Kain, kakaknya, terjadi karena dipicu dan dipacu oleh kemarahan Kain yang terus dipendamnya, lalu dilampiaskan dengan membabi buta. Mari kita belajar mengelola amarah.

MARAH ITU TIDAK SALAH

KITA HANYA PERLU MENGELOLANYA

Sumber: [Ayub Yahya]--[www.renunganharian.net]

Di Mana Hati Kita?

Baca: Matius 6:19-21
Ayat Mas: Matius 6:21
Bacaan Alkitab Setahun: Hakim-hakim 7-9

Secara jenaka, seseorang menuliskan bagaimana anak balita “mengklaim” suatu barang: 1. Kalau aku menyukai sesuatu, berarti benda itu punyaku; 2. Kalau sebuah benda kupegang, berarti itu milikku; 3. Kalau aku bisa merebut sesuatu darimu, benda itu jadi punyaku; 4. Kalau aku melihat sesuatu lebih dulu, benda itu jadi milikku; 5. Kalau kamu bermain dengan sesuatu, lalu kamu menaruhnya, benda itu otomatis jadi punyaku; 6. Kalau benda yang kita perebutkan pecah, maka itu jadi milikmu.

Ketamakan sangat serupa dengan nafsu—keinginan besar untuk memiliki sesuatu demi kesenangan pribadi. Serupa gambaran tentang balita di atas, orang tamak hendak memiliki semua yang disukai dan diingininya. Padahal, ketamakan tak pernah dapat dipuaskan. Dan, keinginan yang tak terkendali dapat membahayakan diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Itu sebabnya Amsal 23:2 memperingatkan, ”Taruhlah sebuah pisau pada lehermu, bila besar nafsumu!”

Jadi, bagaimana melawan nafsu tamak ini? Tuhan meminta kita menujukan hati pada harta yang kekal (Matius 6:21). Terlalu memburu harta di bumi hanya akan membuat kita terikat dan diperhamba harta. Menghabiskan waktu dan kesehatan untuk menumpuk harta, yang takkan pernah kita bawa di akhir hayat (ayat 19). Sebaliknya, jika Tuhan menjadi yang terutama, sesungguhnya kita akan hidup lebih tenang. Kita akan bekerja dengan tahu batas waktu—tidak mengorbankan keluarga, bahkan masih punya waktu untuk melakukan pelayanan. Pula, kita bisa bijak menggunakan harta untuk memberkati sesama dan mendukung pekerjaan Tuhan.

MENUMPUK HARTA DI BUMI HANYA BERGUNA SEMENTARA

MENUMPUK HARTA DI SURGA TAK TERBATAS KEUNTUNGANNYA

Sumber: [Agustina Wijayani]--[www.renunganharian.net]

Andalah Pemainnya!

Baca: 1 Korintus 14:20-28
Ayat Mas: 1 Korintus 14:26
Bacaan Alkitab Setahun: Hakim-hakim 4-6

Saya tidak mendapat apa-apa,” kata seorang pemudi seusai ibadah. Ia merasa kecewa. Memang khotbah minggu itu terasa kering. Bahasanya tidak komunikatif. Sulit dimengerti. Pesannya tidak inspiratif. Membosankan. Maklum jika ia kecewa. Namun, ada satu kekeliruan di sini. Si pemudi menempatkan diri sebagai ”penonton” saja. Ia beribadah seolah-olah hanya untuk mendengarkan khotbah yang memikat. Padahal sesungguhnya ada yang lebih penting. Beribadah berarti memberi. Mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan.

Rasul Paulus meminta orang kristiani mempersembahkan sesuatu ketika beribadah. Bukan hanya uang yang kita bawa, melainkan seluruh talenta kita. Saat menyanyi, persembahkan suara terbaik Anda agar nyanyian jemaat terdengar menggugah. Saat berdoa, naikkanlah doa Anda dengan sepenuh hati agar Tuhan berkenan. Saat menjalankan liturgi ibadah, lakukanlah setiap hal dengan sungguh-sungguh agar tidak terjebak dalam ritualisme. Semua persembahan harus ditujukan untuk membangun jemaat, bukan kepentingan pribadi. Agar dengan setiap persembahan yang diberikan tiap-tiap pribadi, maka semua yang hadir pun diberkati.

Selama ini, ketika beribadah, bagaimanakah Anda menempatkan diri? Sebagai penonton atau pemain? Penonton hanya minta dihibur dan dilayani. Sebaliknya, pemain memberi dan melayani. Betapa indahnya jika setiap orang datang beribadah sebagai pemain. Saat setiap orang mau berpartisipasi aktif, dan memberi yang terbaik, maka ibadah akan menjadi hidup. Kuasa Tuhan tampak nyata. Anda tak akan pulang dengan sia-sia.

ANDA ADALAH PEMAIN DALAM KEBAKTIAN

COBALAH BERMAIN DENGAN CANTIK BAGI TUHAN

Sumber: [Juswantori Ichwan ]--[www.renunganharian.net]

Biasa-biasa Saja

Baca: 2 Samuel 11:1-5
Ayat Mas: 1 Petrus 5:8
Bacaan Alkitab Setahun: Hakim-hakim 1-3

Konon, kebanyakan orang mengingat Tuhan ketika hidupnya berada di salah satu titik ekstrem. Baik itu ketika ia sedang kesusahan, sehingga merasa harus minta tolong kepada Tuhan; maupun ketika ia sedang sangat bergembira, sehingga merasa bersyukur atas kebaikan Tuhan. Akan tetapi, ketika hidupnya sedang ”biasa-biasa saja”—ketika semuanya berjalan lancar dan mulus—di situlah kebanyakan orang lupa akan Tuhan, sehingga bisa jatuh ke dalam dosa.

Ini pula yang sempat terjadi dalam hidup Daud. Semasa ia belum menjadi raja dan dikejar-kejar Saul, hidupnya sangat sulit. Namun, pada saat demikian ia justru sangat dekat dan bergantung kepada Tuhan. Banyak mazmur yang ditulisnya pada masa tersebut. Ketika hidupnya kemudian berbalik total pada masa awal menjadi raja, ia pun masih dekat dengan Tuhan. Sayangnya, ketika kehidupan sudah stabil—seperti saat ia bertemu Batsyeba—Daud menjadi lengah. Ia menjadi jauh dari Tuhan, hingga dengan mudah jatuh ke dalam dosa.

Ketika hidup tampak berjalan ”biasa-biasa saja”, berhati-hatilah agar kita tidak melupakan Tuhan. Jangan sampai kita merasa tidak membutuhkan-Nya. Ini kondisi yang berbahaya. Untuk itu, kita perlu mendorong diri untuk terus mengingat Tuhan. Caranya? Dengan menyediakan waktu setiap hari untuk merenungkan dan menyadari bahwa segala sesuatu di hidup kita, sesungguhnya adalah anugerah Tuhan. Tak ada satu pun hal yang kita peroleh tanpa Dia memberikannya. Dari situ, maka setiap anugerah yang kita terima harus dipakai demi kemuliaan-Nya. Apa pun situasi hidup kita, biarlah kita terus mengingat Dia.

KETIKA HIDUP KITA ”BIASA-BIASA SAJA”

TETAPLAH INGAT TUHAN

Sumber: [Alison Subiantoro ]--[www.renunganharian.net]

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More